Tentara Ukraina Kelelahan Hadapi Rusia dan Korea Utara, Ingin Perang Segera Berakhir
Kompas dunia | 26 Januari 2025, 14:56 WIBChapi sendiri telah bertempur di Ukraaina sejak 2022, dan mengatakan dengan militer yang kekurangan pasukan, dan orang-orang yang dimobilisasi, serta kurang pengalaman untuk mengisis kekosongan di garis depan, pembicaraan damai tak akan cukup cepat untuk dilakukan.
Chapi mengatakan terakhir kali ia merasa ketakutan seperti ini adalah saat pertempuran Bakhmut, yang terjadi nyaris setahun.
Ketika itu, Rusia mengirimkan gelombang tentara bayaran Wagner, dan tahanan yang dijadikan tentara dan dikirim ke medan perang.
Ia mengatakan, yang berbeda kali ini adalah tentara Korea Utara terlatih lebih baik.
Serta perang drone menjadi lebih maju, sehingga ancaman udara menjadi sesuatu yang terus menerus.
Pejabat Ukraina sendiri mengatakan mereka merebut Kursk untuk menciptakan zona penyangga.
Saat ini Presiden AS Donald Trump mendorong agar perang segera di akhir.
Ada spekulasi bahwa Kursk akan menjadi salah satu alat tawa-menawar, namun hanya jika Ukraina bisa bertahan.
Baca Juga: Trump Ancam Putin, Bakal Berlakukan Sanksi Berat jika Rusia Tak Hentikan Perang di Ukraina
Chapi mengatakan banyak tentara di garis depan kini tak memiliki kaliber yang sama dengan sebelumnya.
Ketimbang menjadi sukarelawan, mereka dipaksa berperang sebagai wajib militer.
“Banyak dari pria itu tak ingin ada di sana. Mereka hanya ingin selamat dari perang,” ucapnya.
Penulis : Haryo Jati Editor : Iman-Firdaus
Sumber : CBC