Marak Pembajakan Akun Medsos, Siapa yang Meretas Demokrasi Kita?
Catatan jurnalis | 30 Agustus 2020, 08:00 WIBSAFEnet mencatat, ada sekitar 36 kasus teror digital yang terjadi sepanjang September 2019 hingga Agustus 2020. Serangan digital ini menyasar media massa, pakar, akademisi, jurnalis, hingga aktivis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Demokrasi Diretas? Tren Politik atau Residu Demokrasi ?- SATU MEJA THE FORUM (Bag 4)
SAFEnet menyatakan serangan digital tersebut terarah dan sistematis. Artinya ada upaya terus menerus untuk menyusup dan menginfiltrasi perangkan dan infrastruktur jaringan dari individu, kelompok, organisasi dan komunitas tertentu.
Ancaman digital yang terarah dan sistematis ini bukan seperti spam atau penipuan finansial biasa yang mungkin ditemui secara acak di Internet. Sebaliknya, ancaman digital tenis ini berfokus pada target tertentu, yakni kelompok berisiko seperti jurnalis, akademisi, aktivis mahasiswa, pembela HAM, pejuang masyarakat adat, aktivis lingkungan juga aktivis anti korupsi.
Meretas Demokrasi
Maraknya kasus peretasan ini sangat memprihatinkan. Sebab aksi ‘represi kebebasan berekpresi’ ini terjadi di era reformasi, era di mana demokrasi seharusnya dijunjung tinggi. Aksi peretasan ini tak bisa dianggap main-main dan disikapi setengah hati.
Serangan siber yang menimpa pakar, akademisi, aktivis, media massa dan jurnalis ini mengancam nasib demokrasi. Pasalnya, hal ini melanggar kebebasan berekspresi, hak berpendapat dan bisa dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik.
Padahal, kritik dan kebebasan berekspresi adalah unsur penting dalam demokrasi. Kritik merupakan implementasi adanya pengawasan terhadap kekuasaan. Kritik juga menjadi penanda partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan.
Baca Juga: Deklarasi Desa Sadar Demokrasi
Jadi, kritik adalah sebuah keniscayaan bagi negara yang menganut sistem demokrasi. Karena sistem ini menjanjikan kesehatan berpikir, kesehatan berperilaku sosial maupun berpolitik.
Sayangnya, kasus-kasus tersebut sejauh ini tidak pernah diusut tuntas guna menemukan siapa pelakunya. Padahal aksi serangan siber ini melanggar kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan akademik, dan kebebasan ekspresi yang pada akhirnya akan mengebiri demokrasi.
Untuk itu, pemerintah dan aparat penegak hukum harus serius mengusut kasus ini secara transparan dan akuntabel. Semua pelaku peretasan harus ditangkap, diproses dengan adil dan dihukum sesuai undang-undang.
Baca Juga: Peretasan Ujian Bagi Demokrasi ? - SATU MEJA THE FORUM (Bag 2)
Pasalnya, aksi peretasan ini tak hanya mengancam keberlangsungan demokrasi, tetapi juga melanggar hak asasi manusia (HAM). Negara harus menjamin bahwa hak kebebasan berpendapat, berekspresi dan menyampaikan informasi dilindungi. Demi menjaga demokrasi yang sudah disepakati menjadi sistem politik di negeri ini.
#MediaSosial #Hacker #Demokrasi
Penulis : Desy-Hartini
Sumber : Kompas TV