> >

Hilangnya Empati dan Nurani Penguasa Negeri

Catatan jurnalis | 25 September 2020, 09:19 WIB
Ilustrasi kotak surat suara pilkada (Sumber: KOMPAS)
 

Oleh: Mustakim, Jurnalis KompasTv

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sepakat, Pilkada Serentak 2020 tidak akan ditunda. Pesta Demokrasi yang akan diiikuti 270 daerah itu akan tetap digelar tahun ini.

Keputusan ini diambil setelah Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilu Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia yang memimpin raker tersebut menyatakan, Pilkada tidak akan ditunda meski ada sejumlah calon kepala daerah yang terpapar Covid-19. Pilkada Serentak 2020 tetap akan digelar pada 9 Desember 2020.

Bergeming

Keputusan ini diambil di tengah desakan publik agar Pilkada ditunda. Pasalnya, virus corona makin menggila dan pandemi belum sepenuhnya terkendali. Bahkan dalam beberapa hari terakhir, makin banyak orang yang terpapar virus asal Wuhan, China ini.

Angka kasus pasien yang positif Covid-19 meningkat tajam. Dalam sehari kenaikannya bisa mencapai 4000 lebih. Banyak kalangan cemas, jika Pilkada tetap dilanjutkan makin banyak rakyat yang akan menjadi korban. Pasalnya, Pilkada identik dengan kerumunan dan arak-arakan. Juga mobilisasi massa dan dan unjuk kekuatan.

Atas nama kemanusiaan, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah meminta pemerintah menunda Pilkada. Dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini menyerukan agar pemerintah tak ngotot melanjutkan Pilkada. Pasalnya, nyawa rakyat menjadi taruhan. Pemerintah diminta memprioritaskan kesehatan dan keselamatan warga bukan memaksakan syahwat politik dan kekuasaan.

Namun, pemerintah dan DPR bergeming. Mereka berdalih, Pilkada harus tetap dilanjutkan karena menyangkut hak konstitusional warga negara. Karena, pandemi belum pasti kapan akan berhenti. Selain itu, pemerintah tak ingin terjadinya kepemimpinan di daerah dilaksanakan oleh pelaksana tugas (Plt) pada 270 daerah dalam waktu bersamaan. Pemerintah beralasan, Plt tidak memiliki kewenangan mengambil kebijakan strategis. Padahal, di masa pandemi pemerintah daerah harus membuat kebijakan-kebijakan strategis guna menangani pandemi dan pemulihan ekonomi.

Bukan yang Pertama

Ini bukan kali pertama. Sebelumnya pemerintah dan DPR RI juga bergeming saat merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hanya butuh 16 (enam belas) hari revisi itu disetujui secara bulat oleh pemerintah dan seluruh fraksi di DPR.

Penulis : Zaki-Amrullah

Sumber : Kompas TV


TERBARU