> >

Busana sebagai Medium Komunikasi Politik

Opini | 18 Januari 2024, 07:25 WIB
Calon presiden dan calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan (kiri) dan Muhaimin Iskandar (kedua kiri), Capres dan Cawapres dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto (ketiga kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (ketiga kanan), serta Capres dan Cawapres Ganjar Pranowo (kedua kanan) dan Mahfud MD (kanan) berfoto bersama dengan menunjukkan nomor hasil undian pada Rapat Pleno Terbuka Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Pasangan Capres dan Cawapres, di Kantor KPU, Selasa (14/11/2023). Debat perdana capres digelar malam ini, Selasa (12/12). (Sumber: Kompas.tv/Ant)

Presiden pertama Indonesia, Soekarno, dikenal sebagai sosok karismatik, berwibawa, dan berani. Gaya berpakaian ikoniknya mencakup jas dengan tanda kepangkatan, simbol militer, peci, dan tongkat.

Melalui pakaian ini, Sukarno menyampaikan pesan politik bahwa ia adalah pemimpin yang memiliki otoritas, kekuasaan, dan kewibawaan tinggi. Tidak pernah mengenakan baju adat atau daerah, Sukarno menegaskan bahwa ia adalah presiden untuk seluruh rakyat Indonesia, tanpa memihak pada satu daerah tertentu.

Soeharto: Kesederhanaan dan Nasionalisme

Presiden kedua Indonesia, Soeharto, memerintah selama 32 tahun. Gaya berpakaian yang sering dikenakannya adalah kemeja batik atau safari, mencerminkan kesederhanaan, nasionalisme, dan pragmatisme. Bahkan saat beraktivitas di luar acara formal, Soeharto sering terlihat mengenakan kaus polo, menunjukkan sisi santai dan kegemarannya pada olahraga.

Melalui pilihan outfit-nya, Soeharto berkomunikasi bahwa ia adalah pemimpin yang merakyat dan mendukung budaya nasional.

BJ Habibie: Cerdas dan Profesional

Presiden ketiga Indonesia, BJ Habibie, dikenal sebagai sosok cerdas, visioner, dan inovatif. Gaya berpakaian Habibie mencakup penggunaan kacamata, menciptakan kesan berpengetahuan dan berpikiran maju. Saat menghadiri acara formal, ia sering tampil dengan jas dan dasi, menunjukkan profesionalitas dan keeleganan.

Melalui penampilannya, Habibie menyampaikan pesan bahwa kepemimpinan harus didasarkan pada pengetahuan dan inovasi.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Religius dan Kedekatan dengan Rakyat

Presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur, dikenal sebagai sosok religius, humoris, dan demokratis. Gaya berpakaiannya mencakup peci, kemeja putih, sarung, dan kadang-kadang kacamata hitam.

Penampilannya mencerminkan kesederhanaan, keagamaan, dan kedekatan dengan rakyat. Penggunaan kacamata hitam memberikan kesan tegas dan berani.

Megawati Soekarnoputri: Nasionalis dan Feminis

Presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri, dikenal sebagai sosok nasionalis, feminis, dan berjiwa sosial. Penggunaan kebaya sebagai busana adat khas Indonesia menjadi ciri khasnya, menunjukkan kecintaannya pada budaya dan tradisi.

Warna merah yang sering dipilihnya menciptakan kesan semangat, keberanian, dan dedikasi pada bangsa.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY): Disiplin dan Modernitas

Presiden keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dikenal sebagai sosok disiplin, berwawasan, dan berprestasi. Gaya berpakaiannya sering kali melibatkan jas dan dasi, dengan warna biru yang sering dipilihnya menciptakan kesan ketenangan, kebijaksanaan, dan ketajaman visioner.

SBY berkomunikasi bahwa kepemimpinan modern memerlukan disiplin dan visi yang tajam.

Joko Widodo: Sederhana dan Merakyat

Presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi, dikenal sebagai sosok sederhana, merakyat, dan pekerja keras. Penampilannya yang mencakup kemeja putih lengan pendek dan penggunaan topi menciptakan kesan santai, dinamis, dan berjiwa muda. Penggunaan topi oleh Jokowi tidak hanya sebagai aksesori mode, tetapi juga menyampaikan pesan keberanian, keunikkan, dan perbedaan.

Bahasa Tanpa Kata

Dari analisis gaya berpakaian para mantan presiden Indonesia, terungkap bahwa outfit mereka bukan hanya sekadar mode, melainkan merupakan bahasa tanpa kata yang kuat. Melalui pemilihan busana, para pemimpin tersebut berhasil menyampaikan pesan politik, nilai-nilai, dan sikap mereka kepada masyarakat.

Penggunaan teori Semiotika membantu kita memahami bahwa setiap elemen dalam outfit memiliki makna tersendiri, dan komunikasi melalui penampilan visual adalah bagian integral dari kepemimpinan politik. Dengan memahami bahasa ini, kita dapat lebih bijaksana dalam membaca pesan-pesan politik yang tersemat dalam gaya berpakaian para pemimpin Indonesia.

 

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : Kompas TV


TERBARU