> >

Di Borgo Egnazia

Opini | 18 Juni 2024, 15:55 WIB
Paus Fransiskus bersiap untuk berfoto Bersama dengan para pemimpin negara anggota G7 dan sejumlah pemimpin negara lainnya di Borgo Egnazia, di dekat Bari, bagian selatan Italia, Jumat, 14 Juni 2024. (Sumber: AP Photo/Luca Bruno)

Oleh: Trias Kuncahyono

JAKARTA, KOMPAS.TV - Tempat peristirahatan mewah Borgo Egnazia, kemarin disebut-sebut berbagai media. Borgo Egnazia terletak di Fazano, Brindisi, wilayah Puglia, Italia Selatan. Di peta Italia tergambar, Fazano terletak antara Bari dan Brindisi.

Borgo Egnazia, digambarkan sebagai resort mewah yang dikelilingi pohon zaitun di desa model abad pertengahan. Inilah tempat yang disukai para selebritas untuk “ngadem”.

Madonna, misalnya, atau Justin Timberlake, yang pada tahun 2012 menikahi aktris Jessica Biel di tempat ini.

Pada tahun 1997, saya ditemani Romo Budi Subanar mengunjungi Brindisi yang waktu itu “diserbu” pengungsi dari Albania.

Tetapi, kami tidak mengunjungi Fazano, kota kuno yang wilayahnya membentang dari perbukitan hingga pantai Laut Adriatik itu.

Di resort yang menghadap Laut Adriatik itu, terpisah jarak 487 km selatan Roma, kemarin dulu (13 – 15 Juni) digelar KTT G7.

Ini konferensinya negara-negara kaya: Perancis, Inggris, Jerman, Kanada, Italia, AS, Jepang, ditambah Uni Eropa (Ursula von der Leyen) dan Dewan Eropa Uni Eropa Charles Michel.

Meskipun harian The New York Times (13/6), “meledeknya” sebagai pertemuan puncak para pemimpin yang secara politik lemah. Bahkan disebut mendiskusikan “Unruly World.”

Memang para peminpin negara G7–Joe Biden, Emmanuel Macron, Rishi Sunak, Olof Scholz, Fumio Kishida, Justin Trudeau, dan Giorgia Meloni–menghadapi persoalan politik di negerinya masing-masing.

Tapi, PM Meloni mengambil langkah cerdik dengan mencoba menghilangkan reputasi G7 sebagai klub yang hanya diperuntukkan bagi negara-negara kaya di Barat dan memberikan kesan G7 masih kuat serta penting. Maka Italia mengundang lebih dari 10 negara lain untuk hadir.

Mereka adalah Pangeran Mohamed bin Zayed dari UEA, Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune, Raja Abdullah II dari Yordania, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, PM India Narendra Modi, Presiden Argentina Javier Milei, Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, Presiden Kenya William Samoei Ruto, Presiden Tunisia Kais Saied, juga Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, dan Paus Fransiskus.

Yang istimewa di KTT ke-50 ini adalah diundangnya Paus Fransiskus untuk berbicara. Ini kali pertama seorang paus diundang menghadiri KTT G7.

***

Kehadiran Paus Fransiskus amat menarik dan disambut para pemimpin politik yang berada di ruang konferesi dengan penuh sukacita. Bahkan Narenda Modi seperti sahabat lama, misalnya, memeluk paus penuh antusias; juga Lula, dan Javier Milei.

Joe Biden dan Erdogan, serta Sunak berbincang akrab dengan Paus; sementara Raja Abdullah dan Trudeau mencium pipinya, sedangkan Macron buru-buru memakai jasnya kembali saat akan salaman dengan pemimpin umat Katolik sedunia itu.

Paus tiba di Borgo Egnazia setelah bertemu dengan 100 komedian dunia di Vatikan. Dunia yang sangat berbeda dengan KTT G7.

Di Borgo Egnazia, Paus tidak seperti para ekonom yang diundang ke KTT. Mereka memberikan ramalan-ramalan tentang kondisi perekonomian dunia.

Paus tidak bicara ekonomi. Tidak juga berkhotbah soal kekuatan NATO yang “berhadapan” dengan Rusia di Ukraina.

Paus juga tidak bicara lagi soal krisis di Timur Tengah, khususnya Gaza, sebagaimana disampaikan akhir-akhir ini yang menjadi keprihatinannya. Meskipun bicara perdamaian dunia.

Namun, Paus Fransiskus datang untuk berbicara tentang masa depan. Bukan masa depan satu negara. Tapi, masa depan bangsa-bangsa, masa depan umat manusia dengan segenap martabat kemanusiaannya berkaitan dengan kemajuan teknologi.

Para pemimpin negara dan pemerintahan diajak untuk berpikir dan merenungkan masa depan.

Memang benar, kemampuan untuk merenungkan masa depan yang tidak diketahui sering kali dianggap sebagai ciri sebenarnya dari kenegarawanan yang bijaksana, dibandingkan dengan politisi kotor yang hanya memikirkan kepentingan diri saat pegang kuasa.

Tetapi, tidak mudah untuk merenung dan merenungkan suatu persoalan. Apalagi, merenungkan persoalan masa depan.

Sebab, ada kecenderungan, orang maunya cepat, kalau perlu potong kompas, tak peduli akibatnya dari tindakannya itu. Yang penting, tujuan tercapai untuk dirinya sendiri.

***

Penulis : Redaksi-Kompas-TV

Sumber : Kompas TV


TERBARU