> >

HIC HUMILITER QUIESCIT

Opini | 24 Februari 2025, 07:00 WIB
Prasasti di atas makam Bernini di Basilika Santa Maria Maggiore. (Sumber: Trias Kuncahyono)

Oleh: Trias Kuncahyono

Tidak sengaja, saya “menemukan” makam seniman besar–seorang pematung–abad ke-17; bahkan disebut sebagai pematung paling top di zamannya; dan salah satu pematung terbesar sepanjang masa. Dia bukan hanya pematung, tapi juga arsitek, pelukis, dan bahkan perancang serta penata panggung sebuah pertunjukan. Maka, ia disebut sebagai seniman serba bisa dan berpengaruh pada zamannya.

Dialah Gian Lorenzo Bernini. Seniman besar zaman Barok ini, lahir di Napoli, 7 Desember 1598 dan meninggal di Roma, 28 Desember 1680, pada usia 81 tahun. Bapaknya juga seniman, Pietro Bernini.
Walau menyandang nama besar, meninggalkan begitu banyak jejak yang hingga kini masih bisa dinikmati orang, Bernini memilih kesederhanaan. Bahkan, sebelum mati ia berpesan agar prosesi pemakamannya sederhana saja. Tidak perlu upacara-upacara yang menggambarkan kehebatannya. Orang sudah tahu bahwa dia hebat; maka tidak perlu memamerkan kehebatannya.

Makamnya sederhana. Di sebelah kiri altar Cappela della Madonna,  Basilika Santa Maria Maggiore ada sebuah prasasti marmer putih agak kekuning-kuningan di lantai. Itulah penanda makam seniman besar yang karyanya antara lain, the Baldacchino (1624-1633), baldachin atau baldaquin, kanopi yang ditopang tiang di atas altar (atau makam atau takhta) di Basilika Santo Petrus dan Fountain of the Four Rivers in Piazza Navona.

Baldachin perunggu di Basilika St. Petrus yang belum lama direstorasi (terakhir 250 tahun silam) selama 10 bulan dengan biaya 700.000 Euro, sungguh indah. Paus Urbanus VIII (1623) yang meminta Bernini mengerjakan proyek baldachin itu dan sejumlah patung.

Baldachin Santo Petrus (National Gallery Art) adalah kanopi perunggu rumit yang dirancang oleh Bernini di dalam Basilika Santo Petrus. Kanopi menutupi altar tinggi basilika dan menjadi titik fokus karena skalanya yang besar dan desain hiasannya. Kanopi ditopang empat kolom heliks yang ditinggikan di atas alas marmer dengan empat malaikat besar di setiap sudutnya.

Baca Juga: Jokowi Lantik 12 Duta Besar LBBP, Ada Teuku Faizasyah hingga Trias Kuncahyono

Di bagian atas kanopi terdapat sebuah bola dan salib, melambangkan penebusan Kristus. Baldachin terletak tepat di bawah kubah basilika dan di atas makam Santo Petrus. Dengan ditempatkan pada posisi ini, sekaligus menarik perhatian pada alam surgawi di atas, alam gereja di bumi, dan neraka di bawah. Baldachin adalah karya kolaboratif. Rekan-rekan kerjanya, Francesco Borromini, ayahnya Pietro, saudaranya Luigi, dan seniman lain yang berkontribusi pada elemen dekoratif.

Buku-buku tentang Vatikan dan seni menyebut-nyebut Bernini sebagai “Arsitek Santo Petrus”. Setelah kematian Carlo Maderno (1556 – 1629) tokoh arsitek Barok, yang mengepalai para arsitek Basilika St. Petrus, Bernini terus merombak basilika selama beberapa dekade berikutnya, terutama dengan mendirikan Cathedra Petri (1655-1666), relik yang menampung takhta Petrus yang terletak di atas altar utama.

Karya lainnya adalah air mancur di Piazza Navona: Air Mancur Empat Sungai,  Fountain of the Four Rivers (1648–1651). Di tengah empat sungai itu, berdiri tegak menjulang ke langit, obelisk
“Ini, penanda makam Bernini,” kata Romo Rofandi Tjahja OP, yang menjadi pemandu kami di Basilika Santa Maria Maggiore.

Pada prasasti itu, ada tulisan dalam bahasa Latin: IOANNES LAVRENTIVS BERNINI / DECVS ARTIS ET VRBIS / HIC HVMILITER QVIESCIT (Giovanni Lorenzo Bernini/ kejayaan seni dan kota/ dengan rendah hati bersemayam di sini).

Lalu, pada tahun 1746, setelah Paus Benediktus XIV (bertakhta, 1740-58), menganugerahkan gelar bangsawan kepada keluarga Bernini, di bagian bawahnya ditambahi tulisan NOBILIS FAMILIA BERNINI / HIC / RESVRRECTIONEM EXPECTAT (Keluarga bangsawan Bernini di sini menunggu kebangkitan).

***

Romo Rofandi, yang putra Jakarta ini sebelum di Basilika Santa Maria Maggiore, bertugas di Hongkong (9 bulan) dan Taiwan (11 tahun). Bersamanya, kami menikmati keindahan basilika–meski ini bukan kali pertama saya mengunjunginya. Tahun lalu, saya menghadiri acara misa hari nasional beberapa negara di basilika ini pada waktu yang berbeda–yang saya rasakan (juga gereja-gereja tua lainnya di Roma dan kota-kota lainnya di Italia juga di Eropa) menjadi semacam tempat pertemuan antara sejarah, seni, dan spiritualitas.

Baca Juga: Conclave, Drama di Balik Tembok Vatikan

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Vyara-Lestari

Sumber :


TERBARU