> >

Palestina Sayang, Palestina Malang

Opini | 25 Juli 2020, 11:17 WIB
(Sumber: Tangkapan layar dari Google Maps. Wilayah negara Palestina yang dianggap batas-batas yang disengketakan ditandai dengan garis abu-abu putus-putus.(KOMPAS.com/Arum Sutrisni Putri)

Di samping Iran dan Qatar, negara-negara berpengaruh seperti Tiongkok dan Rusia juga turut memberikan dukungan, walaupun tidak secara langsung. Dukungan kedua negara adidaya tersebut, merupakan upaya peningkatan bargaining politik mereka, dalam konteks politik Timur Tengah dan global.

Selama ini memang, Tiongkok dan Rusia bersaing ketat secara politik dengan Amerika. Israel dan Palestina adalah salah-satu arena persaingan mereka. Alih-alih mendorong adanya perdamaian di antara kedua negara yang berseteru, kekuatan global yang adidaya ini justru meningkatkan eskalasi konflik yang ada.

Solidaritas Negara-negara Muslim?

Tapi api permusuhan juga tidak akan padam, seandainya tanpa adanya campur tangan kekuatan global. Terutama karena politik kawasan yang bergerak secara dinamis. Negara-negara Arab yang bersentuhan dengan perbatasan konflik, seperti Suriah, Lebanon, Jordan dan Mesir, memiliki kepentingan domestik tertentu yang mempengaruhi kebijakan luar negeri mereka. Kadang mereka mendukung Palestina, kadang pula meletakkan kepentingannya di sisi Israel.

Dukungan negara-negara Muslim lain sebagai bentuk solidaritas Islam, juga tidak terlalu memberikan arti apa-apa. Indonesia, Malaysia dan Pakistan, secara konsisten mendukung Palestina. Tapi dukungan ini, sama sekali tidak melemahkan manuver politik Israel untuk terus merampas tanah rakyat Palestina. Sementara Turki, terlalu pragmatis menempatkan dukungannya. Karenanya, ia tidak pernah konsisten berdiri di pihak Palestina.

Kekuatan internasional seperti Dewan Keamanan PBB, meskipun secara moral menjadi instrumen perdamaian, namun tidak mampu menghentikan kelihaian Israel dan Amerika. Moralitas global dan hukum internasional, sepertinya hingga saat ini masih terlalu kesulitan untuk diterapkan kepada kedua negara tersebut. Meskipun sebenarnya mereka terlibat langsung dalam aksi kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat Palestina.

Seandainya negara-negara Muslim bersatu dan menjadi kekuatan global melawan Israel dan Amerika, justru mungkin menimbulkan konflik dengan skala yang lebih besar. Sementara itu, persatuan negara-negara Muslim adalah "utopia"  yang tampaknya saat ini mustahil terjadi. Kepentingan domestik masing-masing negara begitu kuat, sehingga mendorong timbulnya fragmentasi. Fragmentasi inilah yang semakin mejauhkan mereka dari impian “Pan-Islamisme”.

Inilah nasib Palestina sayang, yang begitu malang. Jerusalem sebagai kota suci Islam setelah Makkah dan Madinah, telah direbut paksa Israel. Saat ini, wilayah lainnya telah mulai diambil alih juga. Mungkin, jika pola-pola permainan Israel tetap dibiarkan seperti ini, Gaza sebagai benteng pertahanan terakhir Hamas juga akan tumbang.

Penulis : Zaki-Amrullah

Sumber : Kompas TV


TERBARU