> >

Vaksinasi Gotong Royong Berbayar, Faisal Basri: Ini Namanya Privatisasi Publik Goods

Kesehatan | 12 Juli 2021, 21:50 WIB
Pengamat Ekonomi Faisal Basri (Sumber: Kompas.com/Kurnia Sari Aziza)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Ekonom Faisal Basri mengatakan, pemerintah sepatutnya tidak memberlakukan vaksinasi berbayar sebelum mencapai herd immuntity.

“Jadi sebelum mencapai 70 persen jangan pakai opsi-opsian, anggaran sudah dialokasi. Komisi IX sudah confirm, jadi untuk memenuhi 70 persen herd immunity itu anggarannya sudah ada semua, gratis,” kata Faisal Basri dalam tayangan Kompas Malam, Senin (12/7/2021).

Di samping itu, Faisal Basri mengingatkan pemerintah bahwa stok dosis vaksin yang dimiliki Indonesia tidak berlimpah seperti halnya Amerika Serikat.

“Sepanjang pasokannya masih terbatas, niscaya kalau ada pengecualian itu akan memengaruhi jatah orang lain, jadi namanya bukan publik goods lagi. Namanya privatisasi publik goods,” ujarnya.

Baca Juga: Vaksin Gotong Royong Berbayar Dikritik, Menkes: Ambil atau Tidak Prinsipnya Pemerintah Buka Opsi

Bagi Faisal Basri, menerapkan tarif untuk vaksinasi menunjukkan pemerintah telah kehilangan prioritas untuk mencapai herd immunity yang lebih cepat.

“Kalau mau gotong royong, gotong royong juga istilah yang menyesatkan ya, gotong royong itu yang kaya membantu yang miskin, yang miskin ikut kontribusi dengan tenaga. Kalau sekarang yang punya uang dapat duluan,” ujarnya.

“Perusahaan yang kemampuan keuangannya terbatas ya tidak dapat, padahal perusahaan banyak yang bermasalah. Ini lah yang menjadi masalah buat kita, jadi rasa keadilan, oleh karena itulah kita harus keras untuk pemerintah yang memprivatisasikan,” tambahnya.

Dalam pandangan Faisal Basri, perusahaan farmasi mendapatkan untung besar di era pandemi Covid-19. Sepatutnya, Kimia Farma kalau punya kemampuan untuk memvaksinasi mengintegrasikan dalam vaksin gratis.

“Sehingga mempercepat herd immunity,” kata Faisal Basri.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU