> >

Ketika Pandemi Tak Kunjung Sirna, Gotong Royong adalah Cara Bertahan Hidup Warga

Sosial | 19 Juli 2021, 20:26 WIB
Para relawan memasak makanan di Dapur Umum Buruh Gendong Perempuan di Sekretariat Jaringan Gusdurian, Yogyakarta. (Sumber: Twitter/SistersInDanger)

SOLO, KOMPAS.TV - Belakangan jajaran pejabat pemerintah kerap mengajak masyarakat saling membantu di tengah pandemi Covid-19 dan PPKM Darurat. Namun, masyarakat sudah gotong royong sejak jauh hari sebelum pejabat mengeluarkan petuah-petuah mereka.

Izzul adalah seorang mahasiswa asal Solo, Jawa Tengah. Sehari-hari, ia berjualan ketan susu di sela-sela kesibukan kuliah. Lalu, pandemi melanda.

“Dibanding yang lain, saya tidak terlalu terdampak. Saya kan tidak ada tanggungan,” ujar Izzul lewat sambungan telepon, Jumat (16/3/2021).

Pada Maret 2020, ia mulai melihat kesulitan para pedagang di sekelilingnya. Pendapatan menurun dan jam buka lapak mereka terbatas.

Baca Juga: Kisah Pedagang Tak Berpenghasilan Saat PPKM Darurat

Izzul dan kawan-kawannya pun tergerak. Mereka melakukan penggalangan dana dalam gerakan Rakyat Bantu Rakyat.

Pada kesempatan pertama, mereka berhasil mengumpulkan dana dan bantuan barang setara 100 paket sembako.

“Saya pikir 100 paket sudah banyak. Lalu, kami berkeliling membagikan sembako. Ternyata, sembako sudah habis, tapi masih banyak lagi orang yang membutuhkan,” tutur Izzul.

Pengalaman itu membuatnya sedih. Namun, ia dan kawan-kawannya tak mau berdiam diri.

Pada periode Maret sampai Mei 2020, gerakan Rakyat Bantu Rakyat bisa menyalurkan sekitar 800 paket sembako dan bantuan beras.

Setelah sempat berhenti, kini Izzul dan kawan-kawannya kembali menggalang dana untuk Rakyat Bantu Rakyat demi membantu warga terdampak PPKM Darurat.

Gerakan-gerakan serupa juga muncul di berbagai daerah lain. Masyarakat saling membantu karena merasa senasib sepenanggungan selama pandemi Covid-19.

Dan gerakan-gerakan semacam itu memantik gotong royong lebih jauh. Salah satunya melahirkan Dapur Umum Buruh Gendong Perempuan di Yogyakarta.

Dapur Umum Buruh Gendong itu digerakkan oleh para pemuda, ibu-ibu dan pelajar. Salah satunya adalah Berkah Gamulya.

Mulya mengaku terpancing karena terinspirasi berbagai gerakan warga yang saling bantu, “Semangat rakyat bantu rakyat ada dimana-mana. Saya hanya salah satu orang yang terlibat,” kata Mulya kepada Kompas TV.

Pada Oktober 2020, Mulya dan rekan-rekannya mendirikan Dapur Umum menggunakan warung milik mereka sendiri.

“Karena pandemi Covid-19 belum berhenti. Saya dan kawan-kawan memanfaatkan warung bakso kami,” ujarnya.

Namun, mereka punya strategi berbeda dari gerakan-gerakan lain. Dapur Umum ini khusus menyediakan makan siang untuk penerima tetap agar dampaknya lebih besar.

“Jumlah penerimanya pasti, jadi masak tidak mubazir. Dan dampak psikologinya besar karena memberikan pada orang yang sama,” jelas Mulya.

Mereka pun memilih para buruh gendong perempuan di Pasar Giwangan dan Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Para buruh ini adalah pekerja informal yang rentan secara ekonomi.

“Setidaknya para buruh gendong ini sudah terjamin makan siangnya. Jadi, mereka bisa menggunakan pendapatan mereka untuk hal lain,” kata Mulya.

Di tengah kesibukan masing-masing relawannya, Dapur Umum ini konsisten menyuplai makanan pada para buruh gendong hingga saat ini.

Baca Juga: Pemerintah Disarankan Gandeng Tokoh Masyarakat Salurkan Bansos agar Lebih Cepat dan Efektif

Belakangan, mereka berpindah markas ke halaman belakang Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian di Banguntapan, Bantul.

Dapur Umum ini juga mulai menyuplai makanan untuk warga marginal lain, seperti waria yang sedang menjalani isolasi mandiri.

Selain itu, mereka juga menyediakan makan malam untuk tenaga kesehatan dan keluarga pasien di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sardjito.

Di tempat lain, warga yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) juga bergerak saling bantu di tengah keterbatasan.

JRMK memulai gerakan “Patungan Rakyat”. Mereka menggalang dana untuk membeli tabung dan oksigen bari warga di Penjaringan, Jakarta Utara yang terjangkit Covid-19.

Koordinator JRMK Eny Rochayati bercerita, hal ini bermula dari pengalaman pribadinya. Beberapa waktu lalu, seorang temannya terjangkit Covid-19 dan mengeluhkan sesak napas.

Temannya itu tak kunjung mendapat tempat tidur di rumah sakit, meski sudah menunggu selama 10 hari.

“Beberapa rumah sakit menolak karena kondisinya penuh. Lalu, ketika beliau membutuhkan oksigen, ternyata tabung oksigen tidak tersedia,” ujar Eny dalam konferensi pers daring, Minggu (19/7/2021).

Teman Eny itu pun terpaksa pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, ia meninggal dunia.

“Dari situ saya terpanggil. Bagaimana caranya saya bisa sedikit meringankan kawan-kawan yang membutuhkan oksigen yang saat ini begitu mahal,” tutur Eny dengan suara bergetar.

Belakangan, mereka mendapat bantuan tabung oksigen. Akan tetapi, tabung oksigen ini digunakan bergantian.

“Dua hari di warga yang satu. Dua hari lagi kami cabut karena terpaksa sekali kami pindahkan ke warga lain yang membutuhkan. Itu berputar,” katanya.

Eny dan kawan-kawannya berusaha melakukan semampu mereka dengan menggalang dana bagi warga yang terjangkit Covid-19. Ia mengaku saat ini tak bisa berharap pada pemerintah.

Ia menilai, kebijakan PPKM baru-baru ini juga memberatkan dirinya dan warga lain karena tak bisa bekerja.

Di sisi lain, dampak pandemi juga terasa lebih berat bagi warga miskin kota. Tinggal di rumah sempit, warga yang terjangkit Covid-19 makin rentan menularkan pada keluarga sendiri.

“Jadi, upaya pemerintah dengan PPKM untuk memutus penularan Covid-19 kayaknya tidak efektif. Mungkin di bayangan pemerintah ini warga punya bangunan besar dan sebagainya,” kata Eny.

Kritik serupa juga muncul dari Mulya. Menurutnya, pemerintah tidak kompeten mengatasi pandemi Covid-19.

Baca Juga: Warga di Lamongan Pasang Lampu Minyak Depan Rumah Penanda Munculnya Pandemi Covid-19

“Pemerintah Indonesia ini, kita tahu sangat bobrok dalam mengatasi pandemi Covid-19,” ujar Mulya.

Mulya juga menilai pemerintah mengabaikan amanat UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang mewajibkan negara membiayai kebutuhan warga selama pemberlakuan karantina wilayah.

Sebab itu, ia berpendapat masyarakat tetap harus saling membantu. Selain itu, masyarakat mesti juga tetap menyampaikan kritik pada pemerintah.

“Keduanya berjalan beriringan,” imbuhnya.

 

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU