> >

Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Buka Suara Soal Kontroversi Perubahan Statuta UI

Hukum | 23 Juli 2021, 15:41 WIB
Gedung Rektorat Universitas Indonesia (UI) (Sumber: Kompastv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Indonesia (UI) , Saleh Husin buka suara soal perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 tahun 2013 yang diubah menjadi PP Nomor 75 tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI).

Menurut Saleh, ada banyak hal yang berubah di dalam PP tersebut, tetapi yang menuai perhatian adalah Pasal 35 huruf c. Pada PP lama, yakni PP Nomor 68 Tahun 2013, pasal itu berbunyi:

Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.

Lalu, pada PP yang baru, yakni PP Nomor 75 Tahun 2021, bunyi Pasal 35 huruf c diubah menjadi: Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.

Ihwal perubahan itu, Saleh mengatakan, dalam pandangan MWA, Pasal 35 huruf c pada PP yang lama multitafsir. Sehingga perlu dibuat lebih jelas.

Sebab, kata dia, definisi pejabat seperti yang ada di PP 68/2013 sangat luas.

"MWA menilai, yang namanya pejabat itu adalah orang yang day to day bekerja untuk perusahaan, yaitu jajaran direksi. Maka, pada PP yang baru diperjelas langsung direksi," ucap Saleh dlansir dari ANTARA, Jumat (23/7/2021).

Kata Saleh, pemahaman MWA itu sesuai dengan naskah hasil revisi yang diteken Presiden Jokowi pada 2 Juli 2020.

Baca Juga: Debat Panas Ngabalin & Fadli Zon Soal Rektor UI Rangkap Jabatan | Rosi (3)

Lalui Proses Panjang

Lebih lanjut, Saleh menjelaskan bahwa perubahan statuta tersebut sudah berlangsung sejak 2019, hingga akhirnya diteken oleh Presiden Joko Widodo.

"Kalau tidak salah, pada April 2020 dibentuk tim kecil, tetapi seingat saya pada Maret 2020 atas inisiatif dewan guru besar, tim kecil ini sudah mulai rapat," jelas Saleh.

Di tim kecil tersebut, lanjut Saleh, berniat untuk memformulasikan masukan setiap organisasi. Tetapi tidak pernah match (ketemu).

"Akhirnya mentah dan balik ke masing-masing organ untuk dibahas lagi dan penambahan masukan," jelasnya.

Kata Saleh, proses tim kecil itu dimulai dengan menampung usulan dari empat organisasi di UI: Majelis Wali Amanat UI, Dewan Guru Besar (DGB), Senat Akademik (SA), dan Eksekutif/Rektorat.

Setiap organisasi menawarkan substansi perubahan Statuta UI.

Masukan dari setiap organisasi itu kemudian dibahas oleh tim kecil yang dibentuk oleh rektor untuk mensinkronisasi substansi perubahan dalam daftar inventarisasi masalah.

Tim kecil ini bekerja selama dua bulan, kata Saleh.

Tapi setelah berlalu, tim kecil bubar pada Juni 2020. Pembahasan pun sempat terhenti.

Akhirnya, lanjut saleh, dibentuk tim kecil kedua pada September 2020 yang berisi 12 orang yang merupakan perwakilan dari masing-masing organisasi.

"Setelah itu, berproseslah mereka (tim kecil kedua), tetapi tidak juga menghasilkan sinkronisasi dan kesimpulan. Tim kedua ini akhirnya bubar karena hanya diminta bekerja selama dua bulan," ucap Saleh Husin yang juga mantan Menteri Perindustrian itu.

Baca Juga: Sering Disebut Akibat Rangkap Jabatan Rektor UI, Apa Makna dan Cara Penyusunan Statuta?

Karena tidak menuai hasil, proses pembahasan usulan revisi kemudian berlanjut di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

Rapat digelar oleh Kemdikbud dengan menghadirkan perwakilan dari masing-masing organisasi UI.

Mereka hadir untuk menyampaikan masukan-masukan, kata Saleh, termasuk juga Bambang Brodjonegoro mewakili MWA. 

Namun, lagi-lagi rapat tidak ada titik temu.

"Masing-masing mempertahankan masukan mereka," cerita Saleh.

Setelah mandek lagi, pembahasan perubahan Statuta UI sampai akhirnya Kemdikbud mengundang berbagai menteri terkait, yakni Menkeu, Menkumham, Mensesneg, Menko PMK, Menteri PAN dan RB, serta dari pihak UI.

Kali ini, perwakilan UI bukan lagi dari organisasi, melainkan UI sebagai institusi, dalam hal ini rektor dan dapat diwakilkan oleh rektor.

Pembahasan revisi PP tentang Statuta UI itu berjalan lancar hingga naskah final revisi PP itu sampai di meja Presiden Jokowi.

"Jadi, semua sesuai mekanisme dan tata aturan yang berlaku. Ini sudah menjadi keputusan dan sudah diteken Presiden, tentu kita menghormati keputusan itu. Dalam hal ini, MWA diamanahkan membuat aturan turunannya," pungkas Saleh.

Baca Juga: Fadli Zon Desak Ari Kuncoro untuk Mundur dari Rektor UI, Ini Alasannya

Penulis : Hedi Basri Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/Ant


TERBARU