> >

Sama-sama Korupsi Bansos: Juliari Dituntut 11 Tahun, Pendamping PKH di Malang Terancam 20 Tahun

Hukum | 9 Agustus 2021, 11:31 WIB
Menteri Sosial Juliari Batubara mejadi tahanan KPK. (Sumber: Antara Foto/Galih Pradipta via Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Meski sama-sama tilep bantuan sosial (bansos) di tengah pandemi Covid-19, tapi ancaman kurungan Penny Tri Herdiani, pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Malang, lebih berat dibanding tuntutan penjara eks Menteri Sosial, Juliari Batubara.

Penny, pendamping PKH di Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang korupsi penyaluran bansos PKH senilai Rp 450 juta terancam hukuman paling lama 20 tahun penjara.

Hal tersebut diungkapkan Kapolres Malang, AKBP Bagoes Wibisono.

Kata bagoes, Penny dikenakan Pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 subsider pasal 8 UU nomor 20 tahun 2001 atas perubahan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ancaman pidana paling tinggi atas pelaku adalah hukuman penjara seumur hidup.

"Atas perbuatannya, tersangka diancam hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar," terang Bagoes dilansir dari Kompas.com, Minggu (8/8/2021).

Baca Juga: Tega! Pendamping PKH Korupsi Dana Bansos Rp450 Juta, Tersangka Terancam 20 Tahun Penjara

Seperti diberitakan sebeblumnya, Penny tersangka melakukan tindak korupsi dengan menyalahgunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) milik 37 Keluarga Penerima Manfaat (KPM). 

Penny menjalankan aksinya dengan menahan KKS yang seharusnya diberikan kepada KPM. Tercatat 16 KKS yang ditahan dan tidak pernah diberikan kepada yang berhak.

Penny juga memanfaatkan KKS yang KPM-nya tidak ada di tempat atau meninggal. Ada 17 KKS yang KPM-nya tidak ada di tempat.

Tak hanya itu, Penny bahkan mengambil sebagian bantuan 4 KKS. Sehingga, 4 KPM tersebut hanya menerima sebagian dari bantuan yang seharusnya didapatkan.

"Dari hasil penyelidikan dan penyidikan diketahui pada Tahun Anggaran 2017 sampai 2020, tersangka diduga kuat telah melakukan penyalahgunaan dana bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk kira-kira total 37 KPM yang nilainya mencapai sekira Rp 450 juta rupiah," kata Bagoes.

Jajaran Polres Malang saat merilis tersangka korupsi bantuan PKH, Minggu (8/8/2021). (Sumber: Kompas.com)

Satreskrim Polres Malang telah menyelidiki kasus Penny sejak dua bulan lalu.

Penny kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Agustus 2021 setelah penyidik Satuan Reskrim Polres Malang melaksanakan gelar perkara peningkatan status saksi terlapor sebagai tersangka berdasarkan sejumlah alat bukti yang cukup.

"Untuk selanjutnya kemudian tersangka ditahan di Rutan Polres Malang," jelas Bagoes.

Dari tangan tersangka, lanjut Bagoes, penyidik mengamankan sejumlah barang bukti berupa 33 KKS atas nama 33 KPM dan 33 buku rekening Bank BNI atas nama KPM tersebut.

Penyidik juga mengamankan bundel rekening koran, sejumlah unit peralatan elektronik, satu set meja kursi taman warna hitam, satu unit Yamaha NMAX tahun 2015 nomor polisi N-5873-EBD warna hitam.

"Dan ada uang tunai sebesar Rp 7.292.000, ada juga satu lembar berita acara pengembalian dana penyalahgunaan bantuan sosial program keluarga harapan tanggal 28 Mei 2021," terang Bagoes.

Penny diketahui menjabat sebagai pendamping sosial PKH di Kecamatan Pagelaran sejak 12 September 2016 hingga 10 Mei 2021. Sementara, kasus korupsi yang menjeratnya berlangsung mulai tahun anggaran 2017 hingga 2020.

Baca Juga: Begini Cara Pendamping PKH di Malang Tilep Bansos Senilai Rp450 Juta

Hasill tilepan Penny itu itu  digunakan untuk keperluan pribadi. Seperti membeli barang-barang elektronik dan kepentingan sehari-hari.

"Tersangka diduga menyalahgunakan dana bantuan milik 37 KPM tersebut untuk kepentingan pribadi seperti pengobatan orangtuanya yang sakit, pembelian barang peralatan elektronik seperti kulkas, TV, laptop, keyboard, kompor, AC, motor Yamaha NMAX," sebut Bagoes.

"Sisanya untuk kepentingan sehari-hari," timpalnya.

Ancaman Kurungan Lebih Berat dari Juliar Batubara

Ancaman Penny tersebut lebih berat dari Juliari Batubara yang hanya dituntut 11 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menilai tuntutan yang diberikan jaksa penuntut umum terlalu ringan dan mengindikasikan ketidaktegasan KPK melakukan penindakan pada koruptor.

"Juliari hanya dituntut hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan, dengan pidana tambahan uang pengganti Rp 14,5 miliar. Ringannya tuntutan tersebut semakin menggambarkan keengganan KPK menindak tegas pelaku korupsi bansos," tutur Almas dalam keterangan tertulis, Kamis (29/7/2021).

Dalam pandangan Almas, tuntutan yang diberikan bisa lebih tinggi, misalnya penjara seumur hidup hingga denda Rp 1 miliar.

"Tuntutan KPK ini terkesan ganjil dan mencurigakan. Sebab pasal yang menjadi alas tuntutan, yaitu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebenarnya mengakomodasi penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar," jelasnya.

Almas menyebut tuntutan pidana pengganti sebesar Rp 14,59 miliar juga terhitung rendah.

Itu karena besaran tersebut kurang dari 50 persen dari total nilai suap yang diterima Juliari Batubara.

"Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Padahal, Pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19," terang dia.

Almas berharap majelis hakim dapat memberikan vonis maksimal pada Juliari.

"Melihat rendahnya tuntutan JPU terhadap Juliari, hakim harus mengambil langkah progresif dengan menjatuhkan hukuman maksimal yaitu pidana penjara seumur hidup kepada mantan Mensos tersebut," ungkapnya.

Baca Juga: ICW Minta Hakim Hukum Juliari Batubara Penjara Seumur Hidup

Menjawab hal itu, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri menjelaskan bahwa tututan 11 tahun penjara kepada Juliari tesebut sudah sesuai dengan komitmen KPK dalam memberantas korupsi. 

Kata dia, perkara korupsi bansos yang melibatkan Juliari Batubara bermula dari kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

"Sejauh ini, kami pastikan bahwa penerapan pasal tindak pidana korupsi pada seluruh hasil tangkap tangan KPK adalah terkait penyuapan. Hal tersebut mendasar pada hasil penyelidikannya," kata Ali kepada Kompas.com, Jumat (30/7/2021).

"Bagi KPK, tuntutan terhadap suatu perkara harus betul-betul berlandaskan fakta, analisis, dan pertimbangan hukumnya. Karena penegakan hukum harus dilakukan dengan cara yang benar menurut hukum," ujar dia.

Baca Juga: ICW: Tuntutan Jaksa KPK Terhadap Terdakwa Korupsi Bansos Juliari Batubara Mencurigakan

Penulis : Hedi Basri Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/kompas.com


TERBARU