> >

Respons Persidangan Juliari Batubara, Pengamat: Kok Hakim Bicara di Luar Fakta Persidangan

Hukum | 25 Agustus 2021, 10:32 WIB
Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/6/2021). (Sumber: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pakar Hukum Pidana/ Mantan Hakim Asep Iwan Iriawan mengkritik pertimbangan hakim dalam perkara kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 dengan terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Menurut dia, hakim dalam pertimbangan justru menggambarkan kondisi di media sosial, yang bukan merupakan fakta persidangan, terhadap Juliari Batubara.

“Ketika dia mempertimbangkan memberatkan dia tidak berterus terang ya, tidak mengakui perbuatannya," ujar Asep Iwan Iriawan mengenai Kontroversi Pertimbangan Vonis Juliari P. Batubara di Kompas TV, Rabu (25/8/2021). 

"Kok tiba-tiba muncul meringankan, mempertimbangkan penonton.” 

Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memvonis mantan Menteri Sosial itu 12 tahun penjara. Vonis itu lebih tinggi satu tahun dari tuntutan jaksa. Namun pegiat antikorupsi menganggap Juliari layak mendapat hukuman yang lebih berat.

Hal yang dianggap tidak jamak dari putusan Juliari ini pada salah satu pertimbangan hakim. Hakim menganggap cacian yang muncul terhadap Juliari layak meringankan hukuman. 

Asep menganggap pertimbangan hakim itu tidak relevan.

“Kalau penonton mah dari zaman dulu bicara kadrun kampret, bicara presiden, bicara gubernur aja tukang ribut, ngapain. Itu mah di dunia media sosial, media moral, gak usah ikut campur, kok hakim bicara di luar fakta persidangan?”

Baca Juga: Juliari Batubara Kerap Dibully Jadi Pertimbangan Meringankan Hakim, MAKI: Semua Koruptor Dibully

Asep mengaku baru sekali ini menemukan hakim bicara azas praduga tak bersalah dalam cermat dan koreksinya terhadap proses persidangan Juliari Batubara. Masuknya cercaan dan komentar di media sosial dalam pertimbangan hakim, menurut dia, dikhawatirkan akan membuat hakim tak lagi melihat fakta persidangan.

Ia mengatakan, berbagai pernyataan pro-kontra hingga mencerca di media sosial sebagai hal biasa yang tak harus dimasukkan dalam pertimbangan hakim.

“Kan aneh, loh kok ada mempertimbangan media sosial. Itu enggak harus masuk apapun juga,” kata dia. “Kalau masyarakat mencerca mah itu soal biasa, nih malah 24 jam loh medsos kalau ribut, ngalahin suara azan, suara lonceng gereja itu kan nggak ada batas waktu.”

Baca Juga: Juliari Batubara Divonis 12 Tahun Penjara, ICW: Pantasnya Mendekam Seumur HIdup di Penjara

Atas dasar itu, Asep mengharuskan hakim hanya mempertimbangkan fakta persidangan dan menggunakan kaca mata kuda dalam memutus perkara.

“Persetan dengan media sosial, persetan dengan publik, kami hanya lihat fakta persidangan kalimat itu, yak kan hakim kacamata kuda bicaranya, ini di persidangan orang mengatakan abcd ini hukumnya,” dia menegaskan.

“Kalau hakim dengar suara-suara di luar, jangan jadi hakim, masa kalah sama hakim garis," kata dia. "Hakim garis aja lihat bola sama pemain, pemain brutal kok dilihat, kalau yang brutal biarin.”

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU