> >

Penetapan Tersangka terhadap Pedagang yang Dianiaya Preman Dinilai Tidak Adil

Peristiwa | 11 Oktober 2021, 20:15 WIB
Ilustrasi penganiayaan. (Sumber: Kompas.com/ALWI)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Penetapan tersangka terhadap pedagang yang menjadi korban penganiayaan preman di Pasar atau Pajak Gambir, Deli Serdang, Sumatera Utara dinilai sebagai langkah yang tidak adil. Korban ditetapkan sebagai tersangka setelah pelaku juga membuat laporan ke polisi.

Hal ini dikatakan Pengamat Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad lewat pernyataan video kepada KOMPAS.TV, Senin (11/10/2021).

“Penetapan tersangka kepada pedagang yang memukul preman adalah proses hukum yang tidak mencerminkan rasa keadilan, mengingat apa yang dilakukan adalah bagian dari tindakan untuk mempertahankan bagian atau membela diri,” ujar Suparji.

Menurutnya, tindakan tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai penganiayaan.

Baca Juga: Tolak Jalur Damai, Pedagang Wanita: Aku di Situ Diludahi Ditendang Seperti Binatang Aku Nggak Terima

“Karena yang bersangkutan dalam kondisi berbahaya, dalam kondisi tertekan atau terancam sehingga wajar dan dibenarkan secara hukum untuk membela diri,” tuturnya.

Suparji menyatakan tindakan membela diri tersebut justru dibenarkan secara hukum.

Ia juga mengatakan perbuatan pidana, tidak selalu harus diikuti pertanggungjawaban pidana.

Menurutnya, harus dilihat juga konteks kemampuan seseorang dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam peristiwa di Deli Serdang tersebut, Suparji melihat sang pedagang memiliki alasan pembenar untuk perbuatannya.

Alasan pembenar tersebut ialah membela diri.

Baca Juga: Tangis Pedagang Wanita yang Malah Jadi Tersangka Usai Dihajar Preman: Aku Mau Keadilan

"Yang bersangkutan dibenarkan secara hukum untuk membela diri. Maka dari itu, tidak bisa diminta pertanggungjawaban,” tuturnya.

Namun, disebutkan Suparji, karena pedagang tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka upaya yang bisa dilakukan ialah melalui praperadilan.

Lewat praperadilan, tersangka dapat menguji langkah-langkah yang dilakukan penyidik.  

Proses praperadilan, menurutnya, dapat membuat penyidik meninjau kembali mengenai bukti-bukti. Jika tidak cukup bukti, penyidik dapat mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3.

“Dengan demikian upaya koreksi tadi diharapkan mampu mewujudkan keadilan yang sejati,” paparnya.

Baca Juga: Istri Pelaku Penganiayaan Pedagang di Pasar Gambir Medan Minta Tolong Jokowi

Sebelumnya, viral sebuah video di media sosial yang memperlihatkan penganiayaan terhadap seorang wanita yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Gambir, Tembung, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Peristiwa itu diketahui terjadi pada Minggu (5/9/2021). Dalam video itu, terlihat perempuan bernama Rosalinda Gea dianiaya hingga jatuh ke tanah oleh seorang pria berbadan tegap yang diduga preman.

Rosalinda yang tidak terima karena telah dianiaya pelaku, langsung bergegas ke Mapolsek Percut Sei Tuan untuk membuat laporan.

Pelaku kemudian ditangkap di sebuah kafe tempatnya nongkrong di Kelurahan Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Senin (6/9/2021) malam.

Pelaku berinisial BS itu ternyata juga membuat laporan di Polsek Percut Sei Tuan, yang berujung pada penetapan korban Rosalinda Gea sebagai tersangka.

Penulis : Vidi Batlolone Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU