> >

YLKI: Aturan Wajib PCR bagi Penumpang Pesawat Diskriminatif dan Memberatkan, Sebaiknya Dibatalkan

Peristiwa | 24 Oktober 2021, 19:25 WIB
Ilustrasi tes PCR untuk mendeteksi Covid-19. (Sumber: Kompas.tv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi angkat bicara terkait kebijakan pemerintah yang mewajibkan calon penumpang pesawat menunjukan hasil negatif tes polymerase chain reaction atau PCR.

Seperti diketahui, biaya tes PCR atau harga tes PCR dinilai cukup mahal sehingga aturan baru tersebut dianggap memberatkan calon penumpang.

Baca Juga: Wajib Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat, Ada Dampak Untuk Dunia Pariwisata?

Tulus membeberkan selama ini ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia, sehingga harganya naik berkali-kali lipat.

"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," kata Tulus dikutip dari Antara, Minggu (24/10/2021).

Menurut dia, kebijakan pemerintah yang mewajibkan PCR bagi penumpang pesawat sangatlah diskriminatif karena akan memberatkan dan menyulitkan konsumen.

"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya.

Baca Juga: Ketua Satgas Covid-19 IDI: Syarat Tes PCR Naik Pesawat Tidak Ada Kaitan dengan Komisi Buat Dokter

Tulus menilai, syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi. Misalnya, waktu pemberlakuan PCR jika pada aturannya 2×24 jam menjadi 3x24 jam.

Mengingat, ungkap Tulus, di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil tes yang cepat.

"Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp200 ribuan," ujar Tulus.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setidjowarno mengungkapkan selama ini banyak laboratorium kesehatan yang memaksimalkan keuntungan dari PCR.

Baca Juga: Penjelasan Ketua Satgas Covid-19 soal Kontroversi Tes PCR Jadi Syarat Naik Pesawat

Sama seperti Tulus, Djoko menilai kewajiban PCR bagi penumpang pesawat sebaiknya dihapuskan. Jika hal itu bisa dilakukan, ia meyakini bisnis angkutan udara bisa kembali membaik.

"Kalau mau perbaiki bisnis udara, ya hilangkan saja (syarat PCR) atau dibayarkan oleh pemerintah," ucao Djoko.

"Lagi pula harganya beda-beda. Bahkan di beberapa tempat juga ditawari surat hasilnya. Tes PCR juga tidak tersedia di semua tempat."

Djoko juga meminta pihak bandara untuk memperbaiki layanan sebagaimana syarat penerbangan yang sudah ditentukan.

Baca Juga: Mulai 22 Oktober Anak Usia di Bawah 12 Tahun Boleh Naik Pesawat dan Kereta Api, Simak Syaratnya!

Misalnya, kata dia, terkait aturan tes, pihak bandara dinilai tidak sigap menyiapkan fasilitas tes guna memudahkan penumpang.

"Jujur saja, pelayanan di bandara itu tidak jelas. Kalau di stasiun, untuk pemberangkatan jam 6 pagi, pelayanan tes sudah dibuka sejam sebelumnya," ujar Djoko.

"Kalau di bandara tidak jelas. (Tes) Genose saja antrenya panjang, bahkan saya pernah sampai satu jam. Ini membuat konsumen malas dan enggan bepergian (naik pesawat)."

Belum lagi terkait biaya tes yang tidak sama antara di Jawa dan luar Jawa meski pemerintah sudah menetapkan harga tertingginya sebesar Rp495 ribu dan Rp525 ribu.

Baca Juga: Ada Hepa Filter di Pesawat, Pakar Tetap Ingatkan Bahaya Penularan Covid-19

"Di luar Jawa itu Rp495 ribu mau berapa jam pun, semua sama. Tapi di Jawa, Rp 495 ribu untuk hasil 24 jam. Kalau minta yang 12 jam, harganya sampai Rp 750 ribu," ujar Djoko.

Seperti diketahui, pemerintah secara resmi mewajibkan penumpang pesawat untuk penerbangan dari atau menuju bandara di Pulau Jawa dan Pulau Bali menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama.

Syarat naik pesawat selanjutnya, yakni calon penumpang diminta memperlihatkan surat keterangan hasil negatif covid tes reverse transcription polymerase chain reaction atau RT-PCR.

Pemerintah hanya mengakui penggunaan surat keterangan bebas Covid-19 dari RT-PCR, sehingga hasil antigen, terlebih GeNose, tak lagi diakui. Aturan ini berlaku efektif mulai 24 Oktober 2021.

Baca Juga: Penumpang Tidak Wajib Tunjukkan Kartu Vaksin Sebelum Penerbangan, Ini Syaratnya

Terkecuali di daerah terpencil atau perintis, aturan itu tidak berlaku. Sehingga penumpang pesawat perintis dibebaskan dari kewajiban tes PCR. 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada

Sumber : Antara


TERBARU