> >

Jelang COP26, Save The Children Ingatkan Bahaya Krisis Iklim untuk Anak-Anak

Peristiwa | 30 Oktober 2021, 11:06 WIB
Asia mengalami tahun terpanas sepanjang sejarah pada tahun 2020, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Selasa (26/10/2021) menjelang KTT COP26 di Glasgow. Cuaca ekstrim di Asia tahun 2020 berdampak besar pada perkembangan benua itu. (Sumber: Straits Times)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menghadiri pertemuan Confrence of The Parties (COP) yaitu pertemuan para pemimpin dunia untuk membicarakan dan mengatasi perubahan iklim.

Tahun ini, pertemuan bakal berlangsung di Glasgow, Skotlandia, pada 1 - 2 November 2021.

Menjelang pertemuan COP ke 26 itu, Save The Children Indonesia mengingatkan kembali bahaya krisis iklim bagi anak-anak.

Laporan Save The Children secara Global yang dirilis September 2021 menjelaskan dampak nyata dan dirasakan anak-anak saat ini.

Dalam laporan disebutkan, anak-anak yang lahir setahun terakhir, kelak akan merasakan suhu 7,7 kali lebih panas dibanding yang dialami kakek-nenek mereka.

Anak-anak saat ini, pada masa depannya juga akan menghadapi 3,3 kali lebih banyak ancaman banjir dari luapan sungai.

Selain itu, mereka juga bakal menghadapi 1,9 kali lebih banyak mengalami kekeringan.

Baca Juga: Aksi Protes Jelang KTT Perubahan Iklim Dilakukan di Depan Bank di Inggris, Ternyata Ini Sebabnya

CEO Save The Children Indonesia Selina Patta Sumbuing menyatakan, dampak krisis iklim bakal lebih buruk pada anak-anak yang hidup dalam lingkar kemiskinan.

"Hal ini disebabkan karena mereka sudah lebih dahulu terpapar risiko yang jauh lebih besar tentang keterbatasan air, kelaparan, dan bahkan terancam menghadapi kematian karena kekurangan gizi," ujar Selina, Sabtu (30/10/2021).

Di Indonesia, sambung Selina, anak-anak akan merasakan 3,2 kali lebih banyak gagal panen dan lemahnya akses terhadap skema perlindungan sosial.

“Anak–anak di Indonesia akan menjadi salah satu yang terkena dampak terburuk dari krisis iklim ini. Tanpa tindakan yang segera, kita akan menyerahkan masa depan yang suram dan mematikan pada anak-anak kita” terangnya.

Dalam laporan terbaru Save The Children secara global yang bertajuk "Born Into The Climate Crisis/ Lahir di Masa Krisis itu juga menyerukan perlunya tindakan dan aksi secepatnya untuk melindungi hak-hak anak. 

Baca Juga: Ekonom: Krisis Energi Global Belum Tentu Berdampak Signifikan Bagi Iklim Investasi di Indonesia

Disebutkan dalam laporan anak-anak yang lahir pada 2020 akan menghadapi 7% lebih banyak kebakaran hutan, 26% lebih banyak gagal panen, 31% lebih banyak kekeringan, 30% lebih banyak banjir sungai, dan 65% lebih banyak gelombang panas jika pemanasan global dihentikan pada 1,5°C.

Namun Save The Children juga menekankan bahwa masih ada waktu untuk mengubah masa depan yang suram bagi anak-anak.

Apabila kenaikan suhu dapat dijaga maksimum 1,5 derajat, maka beban antar generasi pada bayi baru lahir berkurang.

Gelombang panas bakal berkurang 45 persen. Kekeringan berkurang 39 persen. Banjir sungai berkurang 38 persen.

Kemudian potensi gagal panen berkurang sebesar 28 persen dan kebakaran hutan juga berkurang 10 persen.

Selain itu, Selina menjelaskan, krisis iklim pada intinya juga adalah krisis pada hak anak. Karena itu hal sederhana perlu dimulai misalnya dari diri sendiri dan lingkungan keluarga.

Caranya dengan menghapus ketergantungan pada bahan bakar fosil, memulai gaya hidup ramah lingkungan dan berpartisipasi aktif dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

"Pemerintah juga harus mengembangkan tata kelola mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang inklusif dengan memperhatikan kebutuhan kelompok rentan seperti anak-anak melalui kebijakan, program, dan penganggaran yang berpihak kepada anak," tuturnya. 

Baca Juga: Bagi Petani Melarat Afghanistan, Dampak Perubahan Iklim Lebih Mengerikan daripada Perang

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia tak ingin mengikuti retorika mengenai perubahan iklim yang pada akhirnya tak dapat dijalankan.

Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa Indonesia selalu konsisten dan bekerja keras untuk memenuhi komitmen yang telah disampaikan guna mengatasi perubahan iklim dunia.

“Posisi Indonesia untuk isu perubahan iklim adalah sangat konsisten dan kita bekerja keras untuk memenuhi apa yang sudah kita komitmenkan. Kita tidak ingin ikut dalam retorika yang pada akhirnya tidak dapat kita jalankan,” kata Presiden Jokowi dalam keterangan pers daring, disaksikan di Jakarta, Jumat, sebelum keberangkatannya menuju tiga negara, yakni Italia, kemudian Inggris Raya, dan Uni Emirat Arab.

Presiden Jokowi menyampaikan akan menghadiri langsung KTT Perubahan Iklim Conference of the Parties atau (COP26) di Glasgow, Skotlandia (Inggris Raya) pada 1-2 November 2021.

Ia juga telah melakukan komunikasi langsung melalui telepon dengan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Jhonson untuk membahas pertemuan COP26.

Jokowi mengatakan, Indonesia memiliki peran yang sangat penting untuk isu perubahan iklim dunia.

Hal itu karena Indonesia memiliki hutan tropis dan hutan mangrove terbesar di dunia.

Penulis : Vidi Batlolone Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU