> >

Halim Perdanakusuma, Penerbang yang Diabadikan Jadi Nama Bandara

Sosok | 5 November 2021, 21:04 WIB
Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma (Sumber: TNI AU-)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Nama Bandar Udara Halim Perdanakusuma sudah tak asing lagi di sebagian besar warga Jakarta. Saat ini, Bandara yang ada di kawasan Jakarta Timur itu akan ditutup hingga setahun ke depan untuk perbaikan.

Menurut Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto, dampak operasional penerbangan ke depannya akibat adanya revitalisasi tersebut, masih menjadi pembahasan oleh para pemangku kepentingan. 

Sosok Halim Perdanakusuma, adalah seorang penerbang yang sudah diangkat jadi pahlawan nasional. Nama lengkapnya, Abdul Halim Perdanakusuma. Lahir di  Sampang, Madura 18 November 1922. 

Ia merupakan tokoh yang pernah memperkuat Angkatan Udara RI yang didirikan di Yogyakarta. Salah satu kecakapannya adalah memperbaiki pesawat terbang rongsokan peninggalan Jepang. 

Tidak heran, waktu itu Halim diangkat sebagai komodor yang selalu mendampingi Kepala Staf AURI serta melatih pasukan penerjun payung. 

Pendidikan militer Halim sebenarnya di angkatan laut, karena panggilan pemerintah kolonial Belanda untuk membentuk milisi. 

Baca Juga: Kronologi Pembongkaran Praktik Hasil Tes PCR Palsu di Bandara Halim Perdanakusuma

Pada 1942, ketika Jepang menguasai Indonesia, Halim telah dilatih untuk bersiap menghadapi peperangan. 

Ketika mengikuti pendidikan di Inggris, ia berlatih navigasi dengan Angkatan Udara Kerajaan Kanada. Pada pelatihan ini, Halim diminta terbang dalam 44 misi di seluruh Eropa, termasuk menerbangkan Avro Lancester dalam misi pengeboman Nazi Jerman. 

Setelah Perang Dunia II berakhir, Halim kembali ke Indonesia yang baru saja merdeka. Di sana, ia bergabung ke dalam militer Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di bawah komodor Suryadi Suryadarma, bersama Agustinus Adisucipto dan Abdul Rahman Saleh.

Halim sendiri ditugaskan untuk mengorganisir Angkatan Udara Indonesia. Awal 1947, Halim dipromosikan untuk menjaid komodor udara. Ia juga ditugaskan mendirikan cabang Angkatan Udara di Bukittinggi, Sumatera Barat, guna menyelesaikan tugasnya menembus blokade Belanda di pulau itu.

Dilihat dari situs tni-au.mil.id, sebagai perwira operasi, Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma mendapat perintah menyusun serangan udara balasan atas peristiwa Agressi militer I Belanda. 

Pada dinihari tanggal 29 Juli 1947 atas persetujuan pimpinan AURI dilakukan serangan udara terhadap tiga  kota yang dikuasai Belanda, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.          

Keberhasilan atas penyerangan ini melambungkan nama AURI, namun menimbulkan kemarahan yang membabi buta dari pihak Belanda yang selama ini selalu memandang rendah kemampuan penerbang Indonesia.   

Dalam pembangunan AURI di Sumatera ini, Halim diangkat sebagai Komandemen tentara Sumatera. Ia bersama Iswahjudi disibukkan dengan misi mengangkut senjata dan amunisi.  Mereka berdua harus menembus blokade udara Belanda yang sangat ketat. Penerbangan dilakukan pada malam hari dengan tujuan negara tetangga untuk mengangkut persenjataan yang telah disiapkan.

Selama membangun AURI di daerah Sumatera, Halim berhasil menjalin kerjasama dengan tentara dan masyarakat di daerah itu.    

Kerjasama tersebut selain membangun lapangan udara juga berhasil menghimpun dana dengan cara mengumpulkan emas dari rakyat yang digunakan untuk membeli pesawat. Salah satu bukti hasil pengumpulan dana tersebut adalah sebuah pesawat  Avro Anson denga registrasi VH-PBY.   Pesawat itu dibeli dengan harga 12 kg emas murni yang kemudian diberi nomor registrasi RI-003.

Dalam usaha mencari bantuan ke luar negeri inilah, bersama opsir udara I Iswahjudi pergi ke Muangthai (Bangkok) pada bulan Desember 1947 menggunakan Pesawat Avro Anson RI-003 dengan penerbang Iswahyudi, dan seorang penumpang bernama Keegan berkebangsaan Australia yang telah menjual pesawat tersebut. 

Baca Juga: Koops AU I Bersama Lanud Halim Perdanakusuma Gelar Vaksinasi Bagi Anak dan Umum

Selain mengantarkan Keegan pulang, misinya adalah untuk melakukan penjajakan lebih jauh tentang kemungkinan pembelian senjata dan pesawat serta melakukan inspeksi terhadap perwakilan RI dalam mengatur penukaran dan penjualan barang-barang yang berhasil dikirim dari dalam negeri dan berhasil memasukan barang-barang dari Singapur ke daerah RI menembus blokade udara Belanda.

Sesudah menyelesaikan tugas di Bangkok, RI-003 kembali berangkat menuju Singapura. Dalam perjalanan kembali inilah pesawat terjebak dalam cuaca buruk di daerah Perak Malaysia, yang disertai dengan kabut tebal yang menghalangi pandangan sang pilot sehingga pesawat jatuh di pantai. Malapetaka itu yang menewaskan Halim ini, tepatnya terjadi di Labuhan Bilik Besar, antara Tanjung Hantu dan Teluk Senangin di Pantai Lumut.  Peristiwa itu terjadi pada 14 Desember 1947.  

Di Indonesia, peristiwa tersebut diumumkan secara resmi oleh Kasau Komodor Soerjadi Soerjadarma di Markas Besar AURI di Jalan Terban Taman No. 1 Yogyakarta.

Kemudian pada tanggal 15 Februari 1961 pemerintah menganugerahkan tanda jasa Bintang Maha Putera Tingkat IV.

Tanggal 9 Agustus 1975, Marsda TNI Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 063/TK/1975.

Penganugerahan tersebut, bertepatan dengan peringatan hari pahlawan 10 November 1975 dan kerangka jenazah almarhum yang bersemayam di Malaysia, dipindahkan dan dimakamkan kembali dengan upacara kemiliteran di Taman Makam  Pahlawan Kalibata Jakarta.
 

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU