> >

Kaleidoskop Kebijakan Publik 2021: Aturan Covid-19 Sering Berubah hingga Masyarakat Merasa Geregetan

Update | 31 Desember 2021, 13:54 WIB
Ilustrasi. Sejumlah pekerja menyeberang di Pelican Crossing Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (21/5/2021) (Sumber: ANTARA FOTO/WIDODO S JUSUF/RWA)

Terlebih, kata dia, publik sejatinya melihat dari dua sisi yaitu perilaku pejabat publiknya dan perilaku lembaganya.

"Ketika membuat kebijakan itu seperti setengah hati, berpihak, tidak berkeadilan, diskriminatif, ya, itu muncul terus," terangnya.

Selain itu, Trubus menyebut, kebijakan yang dikeluarkan cenderung bersifat top down. Akibatnya, jika ada pemerintah daerah yang membuat aturan yang tidak sesuai dengan aturan pusat, dinilai membangkang dan mendapat teguran.

Ia menyontohkan apa yang terjadi di Tegal, Jawa Tengah.

"Daerah Tegal pernah melakukan kebijakan lockdown kemudian bukannya didukung dalam konteks penanganan pandemi Covid-19. Tapi yang didukung seolah-olah kepala daerah di Tegal adalah orang yang membangkang," ucap Trubus.

Daerah lain yaitu Banjarnegara yang kemudian menerapkan kebijakan sendiri hingga memicu kegiatan sosial yang masih terus berlangsung.

"Kebijakan suka-suka gue. Akhirnya masyarakat akhirnya ada yang hajatan hingga aturan PSBB dan PPKM tidak dilaksanakan dengan baik," imbuhnya.

Kebijakan Cenderung Dipaksakan

Pemerintah juga dinilai menerapkan kebijakan yang mengekang saat Indonesia dihantam badai Covid-19 varian Delta pada bulan Juli 2021. Salah satunya dengan menerapkan PPKM Darurat.

Baca Juga: Kaleidoskop Prestasi Olahraga Indonesia 2021: Tradisi Emas Olimpiade dan Bawa Pulang Piala Thomas

"Nah itu masyarakat dikekang tapi kebijakan pemerintah lucu, ada sektor esensial, non esensial. Yang esensial boleh masuk, yang non esensial gak boleh sama sekali," jelas Trubus.

"Ketika itu terjadi di lapangan, praktiknya pemerintah daerah bingung mau gimana karena kan kebutuhan. Ini ada kesalahan dalam cara berpikir," imbuhnya.

"Kebijakan itu banyak sekali yang dipaksakan dan tumpang tindih. Sering juga asal-asalan."

Sanksi bagi Kepala Daerah

Dalam Instruksi Mendagri No 6 Tahun 2020, ada ancaman kepada kepala daerah yang tidak mau melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait penegakan protokol kesehatan.

Adapun bunyi dari aturan tersebut yaitu dalam hal Gubernur, Bupati dan Wali kota tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri ini, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kendati demikian, Trubus menilai implementasinya tidak ada.

"Tapi dalam praktiknya mana, itu hanya di atas kertas formulasi. Implementasinya kan enggak ada," ungkap Trubus.

Ada gap atau kesenjangan antara pandangan publik dan pembuat kebijakan atau decision maker.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU