> >

Koalisi Masyarakat Sipil: Pembangunan IKN Baru Megaproyek Oligarki yang Ancam Keselamatan Rakyat

Politik | 20 Januari 2022, 20:31 WIB
Foto tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden: konsep desain ibu kota baru Nagara Rimba Nusa, pemenang sayembara Kementerian PUPR. (Sumber: KOMPAS.com/Fitria Chusna Farisa)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi Masyarakat Sipil menyebut proyek pembangunan ibu kota negara (IKN) baru merupakan megaproyek oligarki yang dapat mengancam keselamatan rakyat.

Koalisi Masyarakat Sipil menuding demikian karena tidak terlepas dari fakta mengenai pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) IKN menjadi UU di DPR RI yang sangat cepat.

Baca Juga: Soal Biaya Pembangunan Ibu Kota Baru, Ekonom: Apa IKN Baru Bisa Pulihkan Ekonomi Nasional?

Tak hanya itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga menuding bahwa proses pembahasan RUU IKN menjadi UU minim partisipasi publik.

Seperti diketahui, RUU IKN disahkan menjadi undang-undang hanya dalam kurun waktu 43 hari.

Selain itu, Rapat Paripurna pengesahan undang-undang itu juga dikebut semalam pada 18 Januari 2022.

"Sikap pemerintah yang memaksakan pemindahan ibu kota juga mencerminkan tidak sensitifnya penguasa terhadap kondisi masyarakat yang tengah sulit setelah hampir 2 tahun dilanda pandemi Covid-19," bunyi siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil, Kamis (20/1/2022).

Baca Juga: Tak Setuju Nama IKN Baru Disebut Jawa-sentris, Sejarawan Ini Sebut Nusantara Berasal dari Kalimantan

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, dana yang digunakan untuk mewujudkan pemindahan ibu kota akan sangat lebih berguna apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.

Hal itu seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Terlebih, banyak masyarakat saat ini juga sedang mengalami kesulitan.

Pemindahan ibu kota ini tak lebih dari proyek oligarki, menurut Koalisi, karena tampak upaya mendekatkan IKN dengan pusat bisnis beberapa korporasi di sana, yang wilayah konsesinya masuk dalam kawasan IKN.

Baca Juga: Jokowi Sebut IKN Baru Dirancang untuk 1,5 Juta Penduduk, Dana Pembangunan Berasal dari Investasi

Koalisi menilai, ada upaya menghapus dosa korporasi-korporasi tersebut.

"Menurut catatan JATAM Kaltim, terdapat 94 lubang tambag yang berada di kawasan IKN di mana tanggung jawab untuk melakukan reklamasi dan pasca tambang seharusnya dilakukan oleh korporasi, namun diambil alih dan menjadi tanggung jawab negara," tulis mereka.

Karena itu, menjadi jelas mengapa pemindahan ibu kota dilakukan serba kilat dan tidak transparan.

Padahal, pihak yang terdampak langsung dari proyek ini sangat banyak, mulai dari warga dan masyarakat adat Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara.

Baca Juga: Sebagian ASN Ikut Pindah ke IKN Baru, Sri Mulyani Mulai Pikirkan Tunjangan Tambahan

Kemudian, para ASN pemerintah pusat yang selama ini tinggal di Jakarta, hingga warga Sulawesi Tengah yang harus menghadapi kerusakan lingkungan imbas proyek tambang di wilayahnya demi suplai infrastruktur dan tenaga listrik IKN.

"Penetapan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur adalah keputusan politik tanpa dasar yang jelas, tidak partisipatif, dan tidak transparan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," demikian tulis Koalisi.

Adapun Koalisi Masyarakat Sipil ini terdiri atas Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 17 LBH kantor, Yayasan Srikandi Lestari, Sajogyo institute, dan #BersihkanIndonesia.

Baca Juga: Jokowi Setuju, Ini Penampakan Desain Istana Negara IKN Baru Karya Nyoman Nuarta yang Banjir Pujian

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas.com


TERBARU