> >

Laporan Akhir Tahun KPAI 2021: Tren Pelanggaran terhadap Hak Anak Menurun Dibandingkan Tahun 2020

Peristiwa | 24 Januari 2022, 16:36 WIB
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat tren pelanggaran terhadap hak anak pada 2021 menurun dibandingkan tahun 2020. (Sumber: Tangkap Layar Kompas TV/Nurul Fitriana)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat angka kasus pelanggaran terhadap hak anak pada tahun 2021 sebanyak 5.953 kasus.

Menurut Ketua KPAI Susanto, angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 6.519 kasus.

"Berdasarkan data pengaduan masyarakat cukup fluktuatif, tahun 2019 berjumlah 4.369 kasus, tahun 2020 berjumlah 6.519 kasus, dan tahun 2021 mencapai 5.953 kasus," kata Susanto dalam konferensi pers yang dipantau secara daring, Senin (24/1/2022).

Susanto menerangkan, hal tersebut terjadi lantaran komitmen negara yang terwujud dalam aspek baik mulai dari regulasi, kelembagaan, hingga program.

"Masuknya aspek perlindungan anak dalam konstitusi, terbitnya sejumlah regulasi terkait perlindungan anak, beragamnya kelembagaan terkait anak serta semakin masifnya kebijakan dan program terkait perlindungan anak, meneguhkan betapa spirit pemajuan perlindungan anak di Indonesia semakin baik," terang Susanto.

Lebih lanjut, ia menyebutkan rincian dari ribuan kasus pelanggaran yang diterima KPAI. Kasus tersebut terdiri atas pemenuhan hak anak sebesar 2.971 kasus, dan perlindungan khusus anak sebanyak 2.982 kasus.

Pertama, KPAI menerima kasus pada kluster pemenuhan hak anak diurutkan dari yang paling tinggi adalah kluster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif sebanyak 2.281 kasus (76,8 persen).

Lalu, kluster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, kegiatan budaya, dan agama sebanyak 412 kasus (13,9 persen).

Baca Juga: Kasus Omicron Meningkat, KPAI Minta Pemerintah Evaluasi Pelaksanaan PTM 100 Persen

Kemudian, kluster kesehatan dasar dan kesejahteraan sebanyak 197 kasus (6,6 persen), dan kasus kluster hak sipil dan kebebasan sebanyak 81 kasus (2,7 persen).

Adapun lima provinsi terbanyak yang melaporkan aduan terkait kasus pemenuhan hak anak, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah.

Kedua, tren kasus dalam kluster perlindungan khusus anak pada 2021 didominasi 6 kasus tertinggi yaitu anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis mencapai 1.138 kasus.

Adapun rinciannya, anak korban penganiayaan mencapai 574 kasus, anak korban kekerasan psikis 515 kasus, anak korban pembunuhan 35 kasus, dan anak korban tawuran terdapat 14 kasus.

Kemudian, anak korban kejahatan seksual mencapai 859 kasus, anak korban pornografi dan kejahatan siber (cyber crime) berjumlah 345 kasus, anak korban perlakuan salah dan penelantaran mencapai 175 kasus.

Lalu, anak dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual berjumlah 147 kasus serta anak berhadapan dengan hukum sebagai pelaku sebanyak 126 kasus.

Sementara itu, aduan tertinggi terkait kasus kejahatan seksual terhadap anak berasal dari jenis anak sebagai korban pencabulan sebanyak 536 kasus (62 persen), anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan 285 kasus (33 persen).

Sedangkan anak sebagai korban pencabulan sesama jenis 29 kasus (3 persen) dan anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan sesama jenis 9 kasus (1 persen).

KPAI menyebut, para pelaku yang melakukan kekerasan fisik dan/atau psikis terhadap korban umumnya adalah orang yang dikenal oleh korban.

"Pelaku cukup variatif, yaitu teman korban, tetangga, kenalan korban, orang tua, oknum pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan dan oknum aparat," papar Susanto.

Ketua KPAI menyebutkan kasus kekerasan fisik dan/atau psikis pada anak di Indonesia paling banyak terjadi di lima provinsi yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Utara.

Baca Juga: KPAI Desak Kemenag Terbitkan Aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU