> >

KPK Bela Firli Bahuri Beri Penghargaan Istrinya sebagai Pencipta Himne, Pengamat: Memalukan

Berita utama | 18 Februari 2022, 14:56 WIB
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK. (Sumber: KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Argumen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membela Ketua KPK Firli Bahuri yang memberikan penghargaan pada istrinya sebagai pencipta Himne KPK, dinilai memalukan dan menyempitkan makna nepotisme.

Penilaian itu disampaikan oleh Pengamat Politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA Indonesia) Ray Rangkuti kepada KOMPAS.TV, Jumat (18/2/2022).

“Argumen sekedarnya, bersifat umum dan minimalis bukan saja memalukan, tapi sekaligus menyempitkan makna nepotisme, konflik kepentingan dan transparansi, serta etika pejabat publik,” ucap Ray Rangkuti.

Baca Juga: KPK Periksa Hakim PN Jakarta Barat terkait Kasus Suap Pengurusan Perkara di Surabaya

Ray sepakat bahwa setiap warga negara berhak berpartisipasi mendukung KPK, termasuk berkarya dan mendapatkan penghargaan.

“Tapi setiap orang dapat berbeda perannya. Keluarga komisioner KPK misalnya, mencukupkan diri untuk tidak terlibat dalam aktivitas tindakan yang dapat mengundang cibiran publik pada kerja-kerja pemberantasan korupsi dan khususnya KPK,” ujar Ray.

Seyogianya, lanjut Ray, keluarga Komisioner KPK menahan diri agar tidak mengundang konflik interest bagi komisioner dan stafnya.

“Sumbangan seperti ini sudah sangat berarti dalam membangun dan menggerakkan pemberantasan korupsi. Biarlah himne dan segala hal simbolik KPK dikerjakan oleh masyarakat yang lain,” kata Ray.

Baca Juga: Alexander Marwata: Lagu Mars dan Himne KPK Bisa Membangkitkan Semangat Memberantas Korupsi

“Selain mencegah konflik kepentingan tersebut, juga makin membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat,” tambahnya.

Bagi Ray, perilaku seperti di atas makin menguatkan apa yang selama ini jadi kritik publik. Yakni revisi UU KPK yang telah dilakukan pada hakekatnya bukan bertujuan untuk menciptakan KPK yang lebih baik. Namun sebaliknya, secara perlahan mendegradasi upaya pemberantasan korupsi.

“Setelah berbagai instrumen penindakan dan pencegahan dibonsai, memberhentikan staf KPK yang memiliki integritas dan keahlian utama, kini mendegradasi makna-makna penting dalam upaya memberantas korupsi,” kata Ray.

“Misalnya makna konflik kepentingan, partisipasi, transparansi dan sebagainya,” tambah Ray.

Baca Juga: Himne dan Mars KPK Ciptaan Istri Firli Bahuri Dikritik, Wakil Ketua: Konflik Kepentingannya di Mana?

Dalam cermat Ray, semestinya Dewan Pengawas (Dewas) KPK dapat segera melakukan pemanggilan. Sebab ketiadaan staf kritis usai diberhentikan melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK, pintu utama penjaga moral KPK adalah pada Dewas KPK.

“Tapi jika hal kontroversi seperti ini juga tidak diperhatikan dan dibahas oleh Dewas, makin jelas arah revisi UU KPK sebagai upaya memperlemah institusi ini dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

 

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU