> >

Moeldoko Targetkan Pembayaran Ganti Rugi Tanah Warga Wadas Rampung sebelum Lebaran

Peristiwa | 4 Maret 2022, 17:14 WIB
Kepala Staf Kantor Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan pemerintah berkomitmen pembayaran ganti rugi warga terkait pembangunan Bendungan Bener di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, tuntas sebelum Hari Raya Idul Fitri 2022. (Sumber: Istimewa)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menargetkan pembayaran ganti rugi warga terkait pembangunan Bendungan Bener di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, tuntas sebelum Hari Raya Idul Fitri 2022.

Pernyataan ini disampaikan Moeldoko dalam rapat koordinasi (rakor) terkait dinamika sosial penambangan mineral Bendungan Bener di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat (4/3/2022).

"Proses pembayaran ganti rugi tanah kepada masyarakat Wadas ini harus rampung sebelum Lebaran. Deputi I Kantor Staf Presiden akan saya tugaskan untuk turut mengawal dan memonitor proses ini,” kata Moeldoko dalam keterangan resminya.

Moeldoko menuturkan, merujuk pada data yang disampaikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), sebanyak 163 bidang tanah masyarakat sudah selesai proses pengukuran.

Saat ini, lanjut dia, sedang dalam masa waktu tunggu selama 14 hari kerja untuk pemenuhan persyaratan.

Moeldoko juga memastikan warga pemilik 163 bidang tanah itu akan segera menerima pembayaran ganti rugi sebelum Lebaran.

Sedangkan sejumlah 136 bidang tanah lainnya, kata dia, juga sedang proses pemenuhan persyaratan.

Baca Juga: 13 Temuan Faktual Komnas HAM soal Insiden di Desa Wadas

"Data kementerian juga menunjukkan terdapat setidaknya 176 bidang tanah di Desa Wadas yang proses pembebasannya masih terhambat masalah hukum," ujarnya.

Terkait hal itu, Moeldoko menugaskan tim hukum KSP untuk memonitor proses percepatan di Mahkamah Agung (MA).

Lebih lanjut, dia menekankan upaya debottlenecking konflik di Wadas ini tidak boleh berlarut-larut. 

"Kita bersama mencari solusi dalam rangka memberikan kepastian hukum dan guna mewujudkan suasana yang kondusif dalam pembangunan Bendungan Bener sebagai Proyek Strategis Nasional. Kita tidak boleh mengatakan 'mudah-mudahan', karena ini harus tertangani," tegasnya.

Di sisi lain, Moeldoko menekankan pemerintah berupaya untuk menghilangkan polarisasi yang muncul di masyarakat melalui kegiatan sosial seperti olah raga bersama, salat berjamaah, dan kegiatan bakti sosial.

"Saat ini, TNI dan Polri sedang melaksanakan berbagai kegiatan sosial di wilayah tersebut untuk menghilangkan sekat-sekat yang ada di masyarakat. Kami ingin masyarakat kembali rukun, sehingga tak ada bibit polarisasi yang menyebabkan disintegrasi dan mengganggu ketahanan negara," ungkapnya. 

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga mengikuti rakor tersebut menekankan pentingnya sosialisasi dan komunikasi publik antara pemerintah dan masyarakat, sebagai bentuk mitigasi sosial dan mitigasi konflik ke depan.

"Sampaikan saja soal harga ganti rugi ini ke masyarakat secara terbuka, lalu segera bayarkan. Karena kalau sudah terbayar, maka ini akan mempengaruhi psikologi dan kondisi di lapangan. Stigmatisasi proyek ini akan terus ada di sana kalau tidak cepat dibayarkan," ujar Ganjar.

Baca Juga: Komnas HAM: Kekerasan di Wadas Dilakukan Aparat Berbaju Sipil

Diberitakan sebelumnya, sempat terjadi kericuhan di Wadas saat pengukuran lahan tambang andesit untuk pembangunan Bendungan Bener oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), Selasa, 8 Februari 2022 lalu.

Sebagian warga menolak aktivitas penambangan batu andesit di Wadas yang digunakan untuk membangun bendungan tersebut.

Kemudian terjadi ketegangan. Akibatnya, 64 warga ditangkap dan digelandang ke Mapolres Purworejo, beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan orang lanjut usia.

Namun, menurut keterangan polisi, seluruh warga yang ditangkap telah dipulangkan pada Rabu, 9 Februari sore.

Komnas HAM menemukan adanya tindak kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian pada Selasa, tanggal 8 Februari 2022 terhadap warga Wadas yang menolak pembangunan Bendungan Bener.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan Polda Jateng menggunakan kekuatan berlebih atau excessive use of power saat melakukan pengamanan saat pengukuran lahan tambang andesit.

Anam menyebut tindakan kekerasan tersebut mayoritas dilakukan oleh petugas berbaju sipil/preman pada saat proses penangkapan.

Dia menambahkan, Komnas HAM juga mendapatkan fakta terdapat penyitaan sejumlah barang milik warga, di antaranya sepeda motor dan handphone serta adanya keterbatasan akses informasi karena lemahnya sinyal/jaringan komunikasi di desa Wadas.

Baca Juga: Komnas HAM: Ada Kekerasan Terhadap Warga Desa Wadas, Mayoritas Pelaku Polisi Berpakaian Sipil

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU