> >

Zudan Arif Fakhrulloh Sebut Tarif Akses NIK untuk Jaga Sistem Dukcapil Tetap Hidup

Update | 17 April 2022, 11:35 WIB
Dirjen Dukcapil Prof Zudan Arif Fakrulloh. Zudan Arif memberikan penjelasan terkait pengenaan tarif pengecekan NIK. (Sumber: disdukcapil.pontianakkota.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Salah satu pertimbangan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) terapkan tarif NIK adalah untuk menjaga sistem Dukcapil tetap hidup.

Hal itu disampaikanoleh Dirjen Dukcapil Kemendagri, Prof Zudan Arif Fakhrulloh, di Jakarta, Sabtu (16/4/2022).

Selain menjaga sistem Dukcapil tetap hidup, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data.

“Jumlah penduduk dan jumlah lembaga pengguna yang dulu hanya 30 sekarang 5.010 lembaga yang sudah kerja sama, namun anggaran APBN terus turun," kata Zudan, dikutip dari keterangan tertulis Ditjen Dukcapil Kemendagri.

Zudan menambahkan, sektor usaha yang akan dibebankan tarif NIK adalah lembaga sektor swasta yang bersifat profit oriented.

Baca Juga: Serba-serbi Rencana Tarif Akses NIK Rp1.000, Mulai dari Alasan hingga Siapa Saja yang Mesti Bayar

"Contoh lembaga perbankan, asuransi, pasar modal, sekuritas. Untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, RSUD semuanya tetap gratis.”

“Dan tidak ada Hak Akses yang diberikan kepada perorangan. Hak Akses ini hanya untuk lembaga berbadan hukum," kata Zudan.

Dalam kesempatan itu, Zudan juga menjelaskan bahwa penerapan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di Indonesia sudah berjalan lama.

Terkait perkiraan PNBP yang bakal diterima dan pemanfaatan uangnya, Zuda menyebut Dukcapil tidak memasang target.

"Karena hakikatnya tidak untuk mencari pendapatan, tetapi hanya tambahan bagi APBN agar sistem Dukcapil tetap terjaga untuk memberi pelayanan," tegas Zudan.

"PNBP akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna."

Dia juga menjelaskan, jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan itu tidak menjual data penduduk dan tidak memberikan data.

Lembaga pengguna sudah punya data dan diverifikasi oleh Dukcapil. Dukcapil hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai/tidak sesuai).

Semua lembaga pengguna data Dukcapil sudah punya data nasabah atau calon nasabah. Data itulah yang diverifikasi ke Dukcapil.

"Sehingga lembaga pengguna bisa memverifikasi data seseorang dengan akurat, secure dan valid. Misalnya, pemilik data tersebut masih cocok tidak datanya dengan Dukcapil, masih hidup, masih sesuai alamatnya, dan lainnya," papar Zudan makin jelas.

Sektor swasta yang memanfaatkan akses data kependudukan tersebut, lanjut Zudan, harus melalui berbagai tahapan/persyaratan.

Baca Juga: Setiap Akses NIK akan Dipungut Tarif Rp1.000, Ini Penjelasannya

Di antaranya telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil (MoU dan PKS), PoC sistem (Proof of Concept), menandatangani NDA (Non Disclosure Agreement), dan SPTJM (Surat Pertanggungjawaban Mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data.

"Serta tidak boleh memindahtangankan data walaupun sudah tidak bekerja sama atau dikenal dengan istilah zero data sharing policy. Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku," urainya.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU