> >

Kendala Peringatan Dini Bencana BMKG, dari Server Tidak Dijaga hingga Kebutuhan Satelit

Sosial | 25 April 2022, 13:49 WIB
Penyampaian peringatan dini bencana pada masyarakat mengalami sejumlah kendala, salah satunya tidak diterima oleh warga di lokasi calon bencana. (Sumber: Tangkapan layar YouTube)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Penyampaian peringatan dini bencana pada masyarakat mengalami sejumlah kendala, salah satunya tidak diterima oleh warga di lokasi calon bencana.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers menuju puncak Hari Kesiapsiagaan Bencana 2022 dengan tema Keluarga Tangguh Bencana Pilar Bangsa Menghadapi Bencana, Senin (25/4/2022).

Menurutnya, salah satu upaya untuk mengurangi risiko bencana dalam konteks korban jiwa, yaitu dengan memberikan peringatan dini.

Peringatan dini bencana tersebut, kata dia, terdiri dari dua aspek, yaitu hulu dan hilir.

Pada bagian hulu merupakan bagian teknis, sarat dengan teknolgi, analisis, prediksi, dan juga penyebarluasan informasi.

Baca Juga: Kepala BNPB: Indonesia Bisa Dikatakan sebagai Supermarket Bencana

“Di bagian hulu, untuk peringatan dini cuaca, iklim, gelombang tinggi, dan tsunami diberikan oleh BMKG, didukung oleh Badan Geologi, terutama untuk tsunami akibat erupsi gunung api,” tuturnya.

Namun, itu semua tidak ada artinya, itu semua akan lumpuh tidak berguna apabila aspek hilir, yaitu aspek yang berkaitan dengan masyarakat.

“Terutama kesiapan masyarakat atau pemahaman masyarakat terhadap peringatan dini, bahkan juga jaminan bahwa masyarakat menerima peringatan dini.”

“Jadi tantangannya ada berlevel-level. Tantangan pertama adalah peringatan dini ini diterima oleh masyarakat yang mengalami bencana,” tuturnya.

Contohnya, kata dia, BMKG menerbitkan informasi menurut UU dan peraturan presiden, dan seketika otomatis masuk ke server pemerintah daerah dan BNPB, serta TNI-Polri.

Setelah itu, pemerintah daerah yang meneruskan peringatan dini bencana tadi pada masyarakat di wilayahnya.

Sehingga, meskipun BMKG mengirimkan peringatan dini, tetapi jika di daerah sistemnya tidak berjalan karena berbagai hal, dan masyarakat di lokasi calon bencana tidak menerima, korban tetap akan berjatuhan.

“Itu pernah terjadi,” lanjutnya.

Tantangannya, lanjut Dwikorita, adalah bagaimana memastikan pemerintah daerah selama 24 jam setiap hari menerima dan ada petugas yang menjaga server tersebut.

“Kelemahannya kadang-kadang tidak ada yang menjaga. Kalau di DIY sudah jempollah, Sleman termasuk jempol ya. Tapi Indonesia kan luas ya, jadi itu kadang-kadang tidak ada yang menjaga.”

Kendala lain  adalah masyarakat tidak menerima peringatan dini karena sistem lumpuh akibat terdampak gempa bumi.

“Sehingga roboh, sinyal tidak ada, sehingga informasi tidak bisa diterima.”

“Mohon dukungan Kepala BNPB, sepertinya kita perlu memiliki sistem yang khsusus untuk bencana, dengan satelit atau satelit bencana,” harapnya.

Hambatan lain adalah ketidakpahaman masyarakat mengenai apa yang harus dilakukan setelah menerima peringatan dini bencana.

“Nah, ini PR kami bersama dengan edukasi, literasi, bagaimana masyarakat bisa memahami informasi tadi dengan mudah.”

Baca Juga: Peringati Hari Kesiapsiagaan Bencana 2022, Kepala BNPB Imbau Warga Bunyikan Kentongan Serentak

Pihaknya terus berupaya, bekerja sama dengan BNPB, Badan Geologi, pihak terkait, pemerintah daerah untuk mewujudkan hal itu.

Kendala selanjutnya adalah pada masyarakat yang paham peringatan dini tetapi enggan melakukan hal yang direkomendasikan.

“Inilah perlunya kesiapsiagaan bencana, terutama dalam hal eary action begitu menerima informasi, siaga dan bertindak menyelamatkan diri.”

“Keluarga adalah pilar terpenting, terdepan, karena kalau seluruh keluarga sudah mampu, maka Insya Allah masyarakat jadi tangguh bencana,” lanjutnya.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU