> >

PSI Ingatkan Menteri agar Tak Biarkan Jokowi Kerja Sendiri Gegara Ingin Nyapres di 2024

Politik | 16 Mei 2022, 17:29 WIB
Ilustrasi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkenalkan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju dan pejabat setingkat menteri sebelum pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2019. Sejumlah menteri Jokowi dikabarkan akan bertarung dalam Pilpres 2024. (Sumber: Kompas.com/Kristianto Purnomo)

JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua Dewan Pembina DPP PSI Grace Natalie mengingatkan kepada seluruh menteri yang duduk di kursi Kabinet Indonesia Maju agar tetap fokus bekerja hingga periode pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin berakhir. 

Hasil survei terbaru yang diadakan Indikator Politik Indonesia menemukan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi menurun jika dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya.

Menurut Grace, penurunan tersebut lantaran banyak para pembantu presiden yang sibuk melakukan konsolidasi menjelang Pilpres 2024.

"Saya melihat, survei ini mesti dijadikan alarm peringatan keras kepada para menteri Pak Jokowi - Kyai Maaruf, sebagai pembantu presiden, agar konsentrasi penuh dan sepenuh hati membantu Pak Jokowi," kata Grace dalam keterangan tertulis, Senin (16/5/2022).

"Saya paham sekali bahwa ada beberapa menteri yang punya cita-cita menjadi presiden atau wakil presiden pada tahun 2024 yang akan datang." 

Baca Juga: Survei Indikator Politik: 72 Persen Masyarakat Bilang Harga Minyak Goreng Masih Mahal

Ia menyebut, Presiden Jokowi tentu tidak bisa bekerja sendiri sehingga para menteri harus bertanggung jawab terhadap jabatan yang telah diembannya tersebut. 

"Sangat menyedihkan, Pak Jokowi yang siang malam bekerja untuk rakyat tapi persepsi publik, approval rating-nya, turun," ujarnya. 

Ia menyebut, tak ada yang melarang bila para menteri mempunyai hasrat politik untuk mencapai kesuksesan di Pilpres 2024.

"Namun jangan sampai cita-cita politik itu mengorbankan kepentingan rakyat dengan membiarkan Pak Jokowi bekerja sendiri tanpa mendapat dukungan memadai dari kementerian teknis dalam mengimplementasikan kebijakan presiden," kata Grace.

Baca Juga: Survei Indikator: Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap Kinerja Jokowi Turun Jadi 58 Persen

Sebelumnya seperti diwartakan KOMPAS.TV, lembaga survei Indikator Politik Indonesia mencatat, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi pada Mei 2022 berada di angka 58,1 persen.

Angka tersebut menurun dibandingkan angka pada survei terakhir yang diadakan pada 20-25 April 2022, yang tercatat sebesar 64,1 persen.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan, faktor utama menurunnya tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi adalah penciptaan lapangan pekerjaan, dan harga-harga kebutuhan pokok yang meningkat.

"Sebelumnya itu yang paling tinggi (faktor ketidakpuasan) seperti zaman Covid sedang merajalela itu adalah Covid. Setelah Covid mulai bisa terkendali, isunya yang dianggap penting dan jadi sumber ketidakpuasan adalah penciptaan lapangan pekerjaan, sekarang adalah harga pokok meningkat," kata Burhanuddin dalam konferensi pers secara virtual, Minggu (15/5/2022).

Baca Juga: PSI: Tiga Pasangan Calon akan Hilangkan Politik Identitas di Pilpres 2024

Dalam survei yang sama, mayoritas responden juga menilai kondisi ekonomi nasional saat ini dalam situasi buruk.

"Lebih banyak yang menilai kondisi ekonomi nasional pada umumnya sekarang buruk/sangat buruk," kata Burhanuddin. 

Menurut penjelasannya, dalam hasil survei tersebut tercatat hanya 1,7 persen responden yang menilai kondisi ekonomi nasional saat ini sangat baik.

Sementara 28,6 persen responden, lanjut Burhanuddin, menganggap kondisi ekonomi nasional baik.

Dengan demikian, kata dia, total responden yang menilai kondisi ekonomi nasional sangat baik atau baik sebanyak 30,3 persen.

Lebih lanjut, Burhanuddin mengatakan, berdasarkan survei, terdapat 31,4 persen responden yang menyatakan kondisi ekonomi nasional dalam situasi yang sedang-sedang saja.

Kemudian, 30,5 persen menjawab situasi ekonomi nasional kini sedang buruk, dan 6,3 persen responden menjawab sangat buruk. Lalu sisanya, yakni 1,5 persen, menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

“Sehingga total yang menilai buruk/sangat buruk sebesar 36,8 persen,” jelas Burhanuddin.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU