> >

Terkait Larangan Ekspor CPO, Anggota Komisi VI DPR Sebut Ada Perlawanan Oligarki terhadap Negara

Sapa indonesia | 21 Mei 2022, 09:39 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menilai ada perlawanan dari oligarki terhadap negara terkait kebijakan larangan sementara ekspor CPO atau sawit. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menilai ada perlawanan dari oligarki terhadap negara terkait kebijakan larangan sementara ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Andre menyebut pencabutan larangan ekspor CPO merupakan win-win solution yang diambil oleh pemerintah.

Kebijakan itu, menurut Andre, menangkap aspirasi 16 juta petani sawit dari seluruh daerah di Indonesia yang sangat menderita akibat adanya kebijakan larangan ekspor tersebut.

“Pemerintah mencoba menangkap aspirasi dari 16 juta petani sawit, yang memang dengan kebijakan larangan ekspor sementara tanggal 28 April yang lalu, dengan adanya Permendag Nomor 22 tahun 2022, situasi petani sawit sangat menderita,” urainya dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan Kompas TV, Sabtu (21/5/2022).

Andre menjelaskan, sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato pada 22 April lalu, harga tandan buah segar (TBS) sawit langsung turun. Padahal larangan ekspor CPO baru akan berlaku pada 28 April.

Baca Juga: Keran Ekspor Minyak Goreng Kembali Dibuka Mulai 23 Mei 2022

“Jadi, saat 22 April pidato Presiden merencanakan akan melarang ekspor, tiba-tiba TBS langsung turun, padahal ekspor masih berjalan, dan produksi masih dilakukan secara masif,” tutur Andra.

“Itu apa artinya? Ada dugaan perlawanan oligarki terhadap negara. Oligarki itu sengaja menurunkan pembelian harga TBS, untuk menunjukkan perlawanan pada negara, dengan ujungnya oligarki ini berharap petani sawit akan berhadapan dengan pemerintah,” papar politisi Partai Gerindra ini.

Penurunan harga itu, kata Andre, terus berjalan hingga pengumuman pada tanggal 28 April. Akhirnya, petani berunjuk rasa karena TBS mereka tidak laku.

“Kalau laku harganya Rp800 dan paling mahal Rp1300 per kilogram,” ungkapnya.

“Padahal, modalnya, harga pokok produksinya adalah Rp1800. Tentu situasi ini membuat petani sawit merasa terzalimi,” tegasnya.

Aspirasi itu, lanjut Andre, ditangkap oleh Presiden Jokowi yang akhirnya mencabut larangan ekspor sementara.

Selain aspirasi petani sawit, setelah penutupan sementara keran ekspor, harga minyak goreng curah di pasaran turun menjadi Rp14 ribu sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).

“Nah, harga minyak goreng curah perlahan tapi pasti dari harga Rp20 ribu sudah turun di rata-rata nasional di kisaran Rp17.300.”

Andre mengatakan, kebijkaan itu diikuti dengan program pemerintah, yakni Migorakyat, yang bekerja sama dengan Bulog dan swasta. Hingga akhir Mei 2022, kata dia, 10 ribu titik distribusi Migorakyat dengan harga HET Rp14 ribu ditargetkan akan dibuka.

Baca Juga: Larangan Ekspor Dicabut, Pengusaha Sawit Janji Dukung Ketersediaan Minyak Goreng

“Jadi, sekali lagi ini keputusan win-win solusi dalam rangka Presiden Jokowi mendengarkan aspirasi 16 juta petani sawit,” ujar Andre.

“Tapi, sekali lagi, bahwa oligarki masih memainkan peran penting. Saya anggap pemerintah kurang tegas menerapkan Permentan 1 Tahun 2018,” ulangnya.

Ia menambahkan, sejak awal pihaknya telah mengingatkan pemerintah bahwa Permendag Nomor 22 tahun 2022 tentang Larangan Ekspor Sementara bisa dilaksanakan, dengan catatan Permentan Nomor 1 tahun 2018 bisa dilaksanakan dengan konsisten.

“Tapi ternyata mandul.”

Pengumuman pencabutan larangan ekspor CPO

Seperti diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengumumkan pencabutan larangan ekspor CPO dan minyak goreng mulai Senin (23/5/2022) mendatang.

"Berdasarkan kondisi pasokan dan harga minyak goreng saat ini, serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga di industri sawit, baik petani, pekerja, dan juga tenaga pendukung lainnya, maka saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin, 23 Mei 2022," kata presiden melalui konferensi pers dari Istana Negara, Kamis (19/5/2022).

Kebijakan tersebut diambil, kata Presiden, karena pasokan minyak goreng nasional terus bertambah.

"Berdasarkan pengecekan langsung saya di lapangan, dan juga laporan yang saya terima, alhamdulillah pasokan minyak goreng terus bertambah," tutur Jokowi.

Baca Juga: Pemerintah Buka Lagi Ekspor Minyak Goreng Mulai 23 Mei 2022

Presiden menerangkan, kebutuhan minyak goreng di tingkat nasional per bulan adalah sebesar kurang lebih 194 ribu ton. Namun, pada Maret, pasokan minyak goreng nasional hanya mencapai 64,5 ribu ton.

Setelah pemerintah melarang ekspor minyak goreng pada April, pasokan minyak goreng nasional melesat hingga mencapai 211 ribu ton per bulan. Jumlah tersebut melebihi kebutuhan nasional bulanan.

Selain itu, Presiden menerangkan bahwa rata-rata harga minyak goreng nasional sudah menurun. 

"Pada bulan April sebelum pelarangan ekspor, harga rata-rata nasional minyak goreng curah berkisar kurang lebih Rp19.800. Setelah adanya pelarangan ekspor, harga rata-rata nasional menjadi Rp17.200-Rp17.600," kata presiden.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU