> >

Pengamat Sebut Proses Hukum Kasus Baku Tembak Polisi Harus Libatkan Tim Netral, Ini Alasannya

Kompas petang | 12 Juli 2022, 20:49 WIB
Dewan Pakar Peradi sebut Propam memiliki keahlian menginvestigasi pelanggaran hukum oleh personel kepolisian, tetapi pada kasus penembakan Brigadir J, sebaiknya melibatkan tim yang netral. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Personel Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) memiliki keahlian menginvestigasi pelanggaran hukum oleh personel kepolisian, tetapi pada kasus penembakan Brigadir J, sebaiknya melibatkan tim yang netral.

Hal itu dijelaskan oleh Dewan Pakar Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Usman Hamid dalam dialog di Kompas Petang, Kompas TV, Selasa (12/7/2022).

"Tentu Propam memiliki keahlian untuk melakukan investigasi terhadap tindakan-tindakan anggota kepolisian yang juga melanggar hukum atau menyalahgunakan profesi kepolisian," urainya.

Tetapi, kata dia, peristiwa yang terjadi, yakni baku tembak antara dua personel Polri di kediaman Kadiv Propam, bukan peristiwa yang biasa.

"Melainkan peristiwa yang terjadi di rumah pimpinan tertinggi dari Divisi Propam, dan khususnya di rumah dinas Kadiv Propam," tekannya.

Terlebih, kasus itu menyangkut dugaan pelecehan terhadap istri Kadiv Propam, dan diduga pelecehan itu dilakukan oleh sopirnya yang juga merupakan anggota Polri.

Baca Juga: Kapolri Bentuk Tim Khusus Selidiki Kasus Baku Tembak di Rumah Kadiv Propam yang Tewaskan 1 Polisi

"Ada beberapa orang yang saya kira memerlukan semacam proses hukum yang independen, yang netral, begitu," tegasnya.

Berdasarkan hal-hal tersebut, lanjut dia, memang harus dibedakan antara keahlian Propam sebagai provos kepolisian dalam konteks pengamanan dan penindakan anggota kepolisian yang nakal, dengan situasi di mana pimpinan Propam bisa saja dianggap bertanggung jawab.

Menjawab pertanyaan tentang kekhawatiran jika penyelidikan dilakukan oleh Polri, Usman hanya memberi contoh tentang penjelasan kasus tersebut yang membutuhkan waktu beberapa hari.

"Paling sederhana ditunjukkan adalah dengan misalnya penjelasan kepolisian setelah memakan waktu beberapa hari, bukan dalam hari di mana peristiwa itu baru terjadi," ujar Usman Hamid.

Hal itu, menurut dia berbeda dengan langkah-langkah kepolisian dalam berbagai kasus, yang bisa menjelaskan secara cepat, apa saja yang terjadi dalam sebuah peristiwa, beserta alat-alat buktinya, baik itu saksi, saksi ahli, keterangan, petunjuk.

"Bahkan telepon genggam almarhum, menurut keterangan keluarga, telepon genggam dari almarhum tidak diberikan pada keluarga, padahal itu adalah barang-barang pribadi," imbuhnya.

Ia juga menyebut bahwa tuntutan keluarga Brigadir J harus didengarkan, karena itu juga menyangkut kredibilitas dan integritas kepolisian.

Baca Juga: Kapolri Listyo Akan Dipanggil Komisi III DPR Terkait Insiden Tewasnya Brigadir J Usai Ditembak

Ini pun, menurutnya, menyangkut seberapa jauh kepolisian memberi perhatian serius terhadap nasib atau keselamatan anggotanya dalam pelaksanaan tugas.

"Itu sebenarnya masih dalam konteks pelaksanaan tugas," katanya. 

Mengenai dugaan-dugaan yang beredar tentang perbuatan almarhum terhadap istri Kadiv Humas, kronologi penembakan, hingga ketiadaan akses untuk melihat jenazah di awal, harus diusut tuntas.

"Menurut saya, penonaktifan Kadiv Propam itu bukan berarti bahwa Kadiv Propam itu pasti terlibat, tetapi untuk objektivitas proses penyelidikan kasus ini."

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU