> >

Putri Gus Dur Desak Wali Kota Cilegon Minta Maaf usai Ikut Tolak Pendirian Gereja

Peristiwa | 10 September 2022, 11:15 WIB
Putri tertua Gus Dur, Alissa Wahid, minta Wali Kota Cilegon minta maaf karena ikut menolak pendirian gereja. (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Putri tertua Gus Dur, Alissa Wahid, meminta Wali Kota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Sanuji Pentamarta minta maaf karena ikut serta dalam penolakan pendirian gereja.

Kejadian ini sendiri terjadi pada Rabu (7/9/2022), ketika dua pejabat itu ikut menandatangani penolakan rencana pendirian Gereja HKBP Maranatha di Cikuasa, Gerem, Kota Cilegon. Penandatanganan itu dilakukan di depan massa yang mengatasnamakan Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon.

Menurut Alissa, apa yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon itu telah mencederai konstitusi.

“Aksi para pejabat publik tersebut telah nyata-nyata menciderai dan mengkhianati konstitusi Republik Indonesia,” tutur Alissa dalam keterangannya kepada KOMPAS TV, Sabtu (10/9/2022). 

Koordinator Jaringan GUSDURian itu pun menilai tindakan ini tak dapat dilepaskan dari sejarah panjang praktik diskriminatif Pemerintah Kota Cilegon.

Ia mencatat, berdasarkan data dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tahun 2022, sejak 2006 telah ada empat kali pengajuan izin pendirian Gereja HKBP Maranatha dan ditolak.

Selain itu, pengajuan izin Gereja Baptis Indonesia Cilegon juga ditolak sebanyak 5 kali sejak tahun 1995.

Menurut Alissa, perlakuan pemerintah tersebut jelas bertentangan dengan prinsip pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, sebagaimana bunyi Pasal 29 Ayat (2) UUD NKRI. 

Oleh karena itu, ia bersama dengan Jaringan GUSDURian mengecam keras tindakan diskriminatif dan intoleran yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon.

"Meminta keduanya untuk segera meminta maaf atas tindakannya tersebut, serta mengakhiri praktik diskriminasi terhadap warga dan memberikan perlindungan kepada semua agama sebagaimana diamanatkan undang-undang," paparnya. 

Selain itu, ia dengan tegas menagih komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah, untuk menjamin kebebasan warga negara untuk beribadah.

"Pemerintahan Joko Widodo harus tetap tegas dalam menegakkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sepenuhnya menjamin kemerdekaan beragama," lanjutnya. 

Alissa Wahid yang juga Ketua PBNU, mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga dan merawat kebhinekaan dengan menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan semua warga negara.

Baca Juga: Maarif Institute Tuding Wali Kota Cilegon Langgar UUD karena Ikut Tolak Pendirian Gereja

Penjelasan Wali Kota Cilegon

Sementara itu, Wali Kota Cilegon dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (8/9/2022) mengatakan, penandatangan bersama yang dilakukannya pada Rabu (7/9/2022), hanya memenuhi keinginan massa.

"Hal tersebut (penandatangan penolakan) adalah memenuhi keinginan masyarakat Kota Cilegon yang terdiri dari para ulama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan organisasi masyarakat," tegas Helldy seperti dikutip Kompas.com.

Pada Rabu (7/9), sejumlah orang yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon melakukan aksi dengan mendatangi DPRD Cilegon dan bertemu Wali Kota Cilegon Helldy Agustian.

Mereka menolak pembangunan Gereja HKBP Maranatha di Lingkungan Cikuasa, Kelurahan Geram, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten.

Helldy menegaskan, Pemerintah Kota Cilegon belum pernah menerima permohonan pendirian rumah ibadah.

Dikatakan Helldy, panitia pembangunan gereja hanya menyampaikan informasi bahwa proses persyaratan perizinan pembangunan rumah ibadah belum terpenuhi pada Selasa (6/9/2022). Yakni persyaratan berdasarkan peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.

"Persyaratan-persyaratan yang belum terpenuhi dalam pengajuan perizinan pembangunan rumah ibadah, di antaranya validasi dukungan masyarakat sekitar dari kelurahan," kata Helldy.

Baca Juga: Cerita Alissa Wahid soal Syafii Maarif: Kalau Mentok Urusan Bangsa, Saya Berlabuh ke Buya

Tanggapan Kemenag

Pada Kamis (8/9/2022), Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama (Kemenag) Wawan Djunaedi menyampaikan bahwa kepala daerah harus merujuk pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

PBM tersebut mengatur bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Ia berharap semua kepala daerah, termasuk Wali Kota Cilegon Helldy Agustian, berupaya semaksimal mungkin memenuhi hak-hak konstitusi setiap penduduk, termasuk Hak Beragama dan Berkeyakinan.

Disampaikan, untuk pendirian rumah ibadah, ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi, di antaranya daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat.

Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa.

Ketiga, rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.

Keempat, rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

Jika persyaratan pertama terpenuhi, sedangkan persyaratan kedua belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.

“Jadi, tidak ada alasan apapun bagi kepala daerah untuk tidak memfasilitasi ketersediaan rumah ibadat ketika calon pengguna telah mencapai 90 orang,” tegas Wawan di Jakarta, Kamis, dikutip dari laman Kemenag.

Dia juga menilai, berbagai pihak perlu mendapatkan informasi yang sangat baik bahwa Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK1975 tanggal 28 Maret 1975 sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan dasar penolakan pendirian gereja.

Pertama, kata Wawan, regulasi tersebut diterbitkan pada saat komposisi penduduk muslim daerah Cilegon sebesar 99 persen, sebagaimana disebutkan pada konsideran menimbang pada SK Bupati dimaksud.

Baca Juga: Mohamed Salah Sumbang Donasi untuk Musibah Kebakaran Gereja Mesir yang Tewaskan 41 Orang

Sementara situasi Kota Cilegon sekarang sudah berubah. Berdasarkan data sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, kata Wawan, komposisi umat Kristen di Kota Cilegon mencapai 9,86 persen. Sementara komposisi umat nonmuslim secara keseluruhan mencapai 12,82 persen.

“Bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen di atas, tentu ikhtiyar untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata,” sambungnya.

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU