> >

Begini Tanggapan Dua Eks Ketua MK soal Hakim Agung Terlibat Dugaan Korupsi

Hukum | 25 September 2022, 16:26 WIB
Mahfud MD menduga jumlah hakim agung yang terlibat kasus dugaan korupsi yang bermula dari operasi tangkap pangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lebih dari satu orang. (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyebut kemungkinan ada dua hakim agung yang terlibat dalam kasus suap yang bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Ada hakim agung yang katanya terlibat, kalau tidak salah dua,” ucap Mahfud di Malang, Jumat (23/9/2022), dikutip dari rekaman video Kompas TV.

Menurutnya, hal itu harus diusut tuntas, dan hukuman untuk para hakim itu harus berat, karena hakim merupakan benteng keadilan.

“Itu juga harus diusut dan hukumannya harus berat juga, karena ini hakim.”

Baca Juga: KPK Menduga Hakim Agung Sudrajad Dimyati Tak Hanya Terima Suap dari Satu Perkara

“Hakim itu kan benteng keadilan. Kalau sampai itu terjadi, jangan diampuni, dan jangan boleh ada yang melindungi,” ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Mahfud mengingatkan, sekarang adalah zaman digital, sehingga siapa pun yang melindungi pasti akan ketahuan.

“Karena sekarang zaman transparan, zaman digital. Anda melindungi, Anda akan ketahuan bahwa Anda yang melindungi, dan Anda dapat apa.”

Seperti diberitakan KOMPAS TV sebelumnya, pada Kamis (22/9/2022) dini hari lalu sekitar pukul 01.00 WIB, tim KPK bergerak dan mengamankan pegawai kepaniteraan Mahkamah Agung (MA), Desy Yustria, di rumahnya beserta uang tunai sejumlah sekitar 205 ribu dolar Singapura. 

OTT tersebut berawal dari informasi penyerahan uang yang dilakukan pengacara Eko Suparno kepada Desy.

Setelah OTT tersebut, KPK lalu menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.

Menanggapi penetapan Sudrajad Dimyati sebagai tersangka suap, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menilai MA harus segera berkolaborasi dengan Komisi Yudisial (KY) untuk langsung memecat hakim agung yang terkena OTT.

Ia bahkan menyebut pemecatan tersebut tidak perlu menunggu keputusan hukum berkekuatan tetap.

“Pelajaran selanjutnya, bagaimana ini bisa terjadi, pasti ada yang tidak beres dengan manajemen kerja di MA, seperti yang pernah terjadi di manajemen kerja di MK saat Akil Mochtar kena OTT KPK,” ujar Jimly, saat dihubungi Kompas TV, Sabtu (24/9/2022).

Ia meminta MA segera mengevaluasi kerja internal terkait sistem yang dibangun dan manajemen kerja di dalamnya.

Baca Juga: Kesal Kasus Suap di MA Tak Berakhir, Eks Hakim Agung: Malu, Muak, dan Mual Sekali!

Menurut Jimly, kasus OTT hakim agung mencerminkan amburadulnya sistem penegakan hukum. Artinya, perlu pembenahan secara sistemik dan bukan sebatas retorika, pidato, atau marah-marah.

“Bagaimana konsep pemerintahnya? Konsep MA, Kementerian Hukum dan HAM membenahi ini? Ini kan ada di wewenang negara,” ucapnya.

Jimly mendorong lembaga eksekutif mengambil langkah tegas dan tidak mendiamkan.

Kronologi OTT KPK yang Akhirnya Jerat Hakim Agung

Hakim Agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di MA setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan pada Kamis (22/9/2022) dini hari.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, OTT tersebut berawal dari informasi penyerahan uang yang dilakukan pengacara Eko Suparno kepada Pegawai Kepaniteraan MA, Desy Yustria.

Informasi tersebut didapat KPK pada Rabu (21/9/2022) sekitar pukul 16.00 WIB.

Selang beberapa waktu, Kamis (22/9/2022) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB, tim KPK kemudian bergerak dan mengamankan Desy di rumahnya beserta uang tunai sejumlah sekitar 205 ribu dolar Singapura. 

Secara terpisah, tim KPK juga langsung mencari dan mengamankan pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno yang berada di wilayah Semarang, Jawa Tengah guna dimintai keterangan. 

"Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di gedung Merah Putih KPK," ujar Firli saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022).

Firli menambahkan seorang pegawai MA, Albasri, datang ke gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp50 juta. Uang tersebut diduga menjadi bagian komisi pengurusan perkara.

Adapun total jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar 205 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta.

Tersangka Kasus Suap Hakim Agung 

"Berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka," ujar Firli. 

Para tersangka tersebut yakni;

1. Sudrajad Dimyati (SD) selaku Hakim Agung MA.
2. Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti MA.
3. Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA.
4. Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA.
5. Redi (RD) selaku PNS MA.
6. Albasri (AB) selaku PNS MA.
7. Yosep Parera (YP), pengacara.
8. Eko Suparno (ES), pengacara.
9. Heryanto Tanaka (HT) selaku debitur koperasi simpan pinjam Intidana.
10. Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) selaku debitur koperasi simpan pinjam Intidana. 

Atas perbuatannya, HT, YP, ES dan IDKS sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan SD, DS, ETP, MH, RD dan AB sebagai penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU