> >

Perintahkan Penembakan Gas Air Mata, 2 Polisi Ditetapkan sebagai Tersangka Tragedi Kanjuruhan

Peristiwa | 6 Oktober 2022, 21:18 WIB
Polisi menembakkan gas air mata dalam kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Barat, Sabtu (1/10/2022) malam. Kericuhan terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya yang berakhir dengan kemenangan tim tamu. Kericuhan tersebut berujung tragedi yang menewaskan ratusan orang. (Sumber: AP Photo/Yudha Prabowo)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Purnomo mengumumkan enam orang tersangka tragedi Kanjuruhan, termasuk dua orang polisi yang memerintahkan penembakan gas air mata.

Ada dua anggota kepolisian yang diduga memerintahkan anggotanya untuk menembakkan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).

“Saudara H, anggota Brimob Polda Jatim, yang bersangkutan memerintahkan anggotanya untuk melakukan penembakan gas air mata,” kata Kapolri, Kamis (6/10/2022).

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Kapolri: 20 Anggota Polisi Jadi Terduga Pelanggar

“Saudara BSA, Kasat Samapta Polres Malang, yang bersangkutan juga memerintahkan anggotanya untuk melakukan penembakan gas air mata,” sambungnya.

Selain dua anggota kepolisian, satu tersangka dari unsur kepolisian, yakni Kabag Ops Polres Malang, WS, juga turut menjadi tersangka. 

WS disebut mengetahui aturan FIFA soal larangan penggunaan gas air mata. Namun, ia tidak mencegah atau melarang adanya gas air mata di tragedi Kanjuruhan.

Sementara itu, tiga tersangka lainnya adalah Direktur Utama LIB Akhmad Hadian Lukita (AHL), Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris (AH), dan Security Officer Arema Suko Sutrisno (SS).

Terhadap enam tersangka, mereka disangkakan melanggar Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP dan Pasal 103 ayat 1 jo Pasal 52 UU 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Pasal 103 ayat 1 UU Keolahragaan itu berbunyi "penyelenggara kejuaraan keolahragaan yang tidak memenuhi persyaratan teknis kecabangan, kesehatan, keselamatan, ketentuan daerah setempat, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik, diancam pidana paling lama dua tahun dan/atau denda Rp 1 miliar."

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU