> >

Analisis Pakar Hukum Pidana: Brigadir Yosua Bisa Mempertahankan Diri kalau Tidak Ditembak Duluan

Hukum | 19 Desember 2022, 19:34 WIB
Pakar hukum pidana, Gayus Lumbuun, menilai ada kemungkinan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, masih bisa mempertahankan diri jika tidak ditembak duluan. (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

 

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pakar hukum pidana, Gayus Lumbuun, menilai ada kemungkinan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, masih bisa mempertahankan diri jika tidak ditembak duluan.

“Dia tidak mungkin ditembak mati kalau dia tidak jatuh. Dia bisa mempertahankan diri seandainya tidak ditembak duluan,” kata Gayus dalam dialog Kompas Petang Kompas TV, Senin (19/12/2022).

Mantan hakim agung itu mengatakan, meskipun ada pernyataan bahwa kematian Yosua bukan karena tembakan pertama, tapi tembakan itu melumpuhkannya dan membuatnya tidak berdaya untuk melawan.

“Dikatakan bahwa matinya bukan pada tembakan petama, tapi melumpuhkan. Melumpuhkan orang itu, setengah matilah kalau belum mati, sehingga dia tidak ada daya untuk melawan.”

Menurut Gayus, semua hal tersebut perlu mendapatkan perhatian dengan baik dan adil oleh majelis hakim.

Baca Juga: Ahli Forensik RS Bhayangkara Polri Jelaskan Luka Tembak di Tubuh Yosua

Dalam dialog itu, Gayus juga mengatakan, tembakan mematikan yang membunuh Yosua, perlu digali dengan lebih teliti.

Menurutnya, ahli dapat menentukan tembakan mana yang menyebabkan kematian tersebut.

“Ahli bisa menentukan yang mana yang menjadikan orang ini mati, karena kan hukumannya pembunuhan berencana, membunuh orang hidup, bukan menembak orang mati.”

“Tentu ahli yang betul-betul mengetahui jam berapa dia mati, mati karena tempat mematikan mana yang dia kena, itu semua perlu,” tuturnya.

Namun, kata Gayus, pembunuhan berencana berbeda dengan pembunuhan spontan.

“Membunuh langsung dengan tidak langsung itu ada porsinya tadi. Dia disuruh atau tidak, dia seketika bertindak, itu ada di Pasal 55 sampai 57.”

Gayus juga mengatakan, masing-masing terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, memiliki porsi peran sendiri-sendiri, namun saling berkaitan.

“Saya pikir ini masuk kepada hal-hal yang dilakukan oleh masing-masing porsi,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam kasus tewasnya Yosua, lima orang kini duduk sebagai terdakwa kasus pembunuhan berencana, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Maruf.

Kelimanya didakwa dengan pasal pembunuhan berencana atau 340 KUHP yang hukuman maksimalnya adalah mati atau serendah-rendahnya adalah seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Gayus menjelaskan, dalam kasus itu, dirinya tidak bicara tentang kedudukan. Ia menggunakan teori manajemen risiko atau risk management.

Ia menilai, seorang bawahan selalu memiliki manajemen risiko dalam melaksanakan apa pun perintah dari atasan.

Baca Juga: Begini Penjelasan Ahli Forensik Soal Otak Brigadir Yosua Pindah ke Perut

“Itu bisa terjadi juga ada kesalahan atau missing, bisa saja orang tertembak atau mati karena kesalahan dari atasan.”

Risk management, kata dia, perlu diperhitungkan. Ia mencontohkan penugasan yang diberikan seorang atasan kepada bawahannya di tempat yang tidak sehat, misalnya di lokasi yang terjangkit wabah Corona, dan si bawahan tertular.

“Nah ini siapa yang disalahkan? Komandan yang menempatkan? Kan tentu tidak. Itu memang suatu risiko.”

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU