> >

Guru Besar Fisipol UGM Ungkap Enam Strategi Pemilih Cerdas dalam Pilpres 2024

Rumah pemilu | 25 Maret 2023, 00:35 WIB
Ilustrasi. Guru besar Fisipol UGM, Ana Nadhya Abrar, memberikan enam strategi pemilih cerdas dalam memilih capres pada pemilihan umum presiden (Pilpres) 2024. (Sumber: Kompas.com)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Guru besar dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Ana Nadhya Abrar, mengungkap enam strategi memilih calon presiden (capres) dalam pemilihan umum presiden (Pilpres) 2024.

Abrar menyebutkan, setidaknya ada enam kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat dalam rangka berbuat baik untuk negara dalam konteks pemilu:

1. Nilai kontestasi politik yang ada

Abrar mengajak masyarakat untuk menilai kontestasi politik yang ada untuk melihat mana capres yang baik atau tidak baik.

"Kenapa? Karena dalam kontestasi politik semua orang pasti ingin menang, ingin berjaya, tetapi orang yang baik akan mengikuti peraturan dengan sebisa-bisanya," jelas profesor jurnalisme itu dalam acara Ceramah Tarawih Masjid Kampus UGM bertajuk Strategi Menafsir Komunikasi Politik: Mewujudkan Pemilih Cerdas Bermartabat, Jumat (24/3/2023).

Menurut dia, kalau ada calon presiden yang diskriminatif, masyarakat berhak menganjurkan agar capres tersebut dieliminasi.

"Apalagi kalau sejak awal dia sudah kita tengarai pakai politik uang," ujarnya.

2. Pahami jalan pikiran capres

Masyarakat, kata Abrar, perlu memahami jalan pemikiran capres, tidak hanya memahami pikiran rakyat. 

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM itu juga mengingatkan, setiap capres pasti memiliki cara tersendiri untuk mewujudkan program-programnya apabila terpilih sebagai presiden.

"Dia juga punya cara sendiri untuk meng-handle situasi, misalnya dia tidak peduli dengan orang lain, hanya mendengarkan apa yang dibisikkan oleh para pembisiknya, kemudian dia lebih memilih berutang kepada negara lain untuk mengatasi masalah politik yang ada di negara," terangnya.

"Itu coba kita amati, kemudian setelah itu kita coba bayangkan kalau dia terpilih kelak, dia akan seperti itu," imbuhnya.

Baca Juga: Airlangga Sebut Cocok Berduet dengan Yusril di Pilpres 2024

3. Hidup bermoral

Hidup bermoral, kata Abrar, selalu berkaitan dengan hidup tanpa kekerasan. 

"Kalau kita ingin hidup bermoral, seharusnya kita tidak menggunakan kekerasan sekecil apapun," tegasnya.

Abrar menerangkan, hidup bermoral berarti mengembangkan hidup bersama orang lain secara damai dan menolak kekerasan secara fisik maupun ideologis.

4. Menjaga passion dalam berpolitik

Abrar mengajak masyarakat untuk perpendirian teguh dan tidak terombang-ambing oleh informasi yang bertebaran di media sosial.

"Keempat, menjaga passion kita dalam berpolitik, jadi jangan pernah diombang-ambingkan oleh informasi yang mengkerdilkan calon A atau calon B lewat media sosial," terangnya. 

"Jangan membiarkan diri terjebak di dalam kebingungan memilih siapa, segera rancang jalan keluar, misalnya dengan mencari, konfirmasi ke pihak yang kita percaya," lanjut dia.

Baca Juga: Pengamat Sebut Duet Ganjar dan Prabowo Berpeluang Menang Pilpres 2024, Ini Alasannya

5. Perluas jaringan

Memperluas jaringan, kata Abrar, dapat membantu masyarakat memperoleh informasi yang tepat tentang isu-isu yang sedang berkembang.

"Kita tahu kalau sendiri tidak banyak yang bisa kita lakukan, tapi kalau bersama-sama banyak yang bisa kita lakukan, karena itu cobalah memperluas jaringan," jelasnya.

Ia menyarankan masyarakat untuk mencari informasi yang kredibel atau terpercaya, terutama tentang siapa pun yang pantas menjadi calon pemimpin Indonesia mendatang.

6. Tulis profil singkat capres

Abrar mengajak masyarakat untuk menulis profil singkat tokoh-tokoh yang akan mengikuti kontestasi politik.

"Dari sana kita akan mengerti siapa sebenarnya mereka, kalau mereka memang layak, sesuai dengan kebutuhan politik kita, pantas lah mereka kita pilih," tuturnya.

Baca Juga: Survei Indo Barometer: Cawapres Jadi Penentu Pemenang Pilpres 2024

Abrar mengingatkan, enam langkah tersebut mungkin terasa berat bagi masyarakat. Akan tetapi, pengabaian atas enam tindakan tersebut akan mengantarkan pada 'kematian pemilih'.

"Kematian pemilih berawal dari pengabaian terhadap enam tindakan itu," ujarnya.

Kematian pemilih, lanjut dia, juga bisa dipandang sebagai serangan terhadap kehidupan bernegara yang ideal. 

"Kematian pemilih bisa pula dipandang sebagai muslihat agar otoritas masyarakat diserahkan saja kepada presiden terpilih," imbuhnya.

"Ini mungkin pekerjaan yang berat bagi kita, tapi ini lah yang bisa kita lakukan kalau ingin menjadi pemilih yang bermartabat," jelasnya.

Ia menilai lingkungan politik Indonesia saat ini tidak sehat, sehingga masyarakat perlu melawannya dengan enam cara tersebut.

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU