> >

Eks Wakil Ketua KPK Nilai Setelah Pilpres 2024, IPK Indonesia Bisa Turun dari 34, Ini Penyebabnya

Hukum | 7 September 2023, 05:05 WIB
Saut Situmorang di Sapa Indonesia Malam, Selasa (4/4/2023) berpendapat, Rafael Alun Trisambodo, tersangka kasus dugaan gratifikasi di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, seharusnya dijerat dengan pasal tentang pemerasan. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

Baca Juga: Kasus Firli Bahuri Dihentikan karena Tak Cukup Bukti, Eks Wakil Ketua KPK: Engga Masuk Akal!

Agar pesepsi korupsi tidak semakin turun, maka suara-suara yang mendorong permasalahan semakin besar perlu diredam. 

Semisal kasus-kasus di KPK yang membuat persepi publik terhadap penanganan korupsi menurun harus berjalan tegak lurus, tidak tebang pilih. 

Kemudian di politik prinsip demokrasi perlu dijalankan dengan benar dan tidak menggunakan kekuasan untuk menyingkirkan orang lain.

"Supaya tidak noisily sebaiknya kalau kuat buktinya bisa di-slow down dulu toh penyidikan, pengeledahan sudah jalan. Emang mau pengadilan besok, buru-buru," ujar Saut. 

Kepercayaan terhadap KPK 

Lebih lanjut, Saut menilai, faktor lain yang membuat IPK Indonesia bisa menurun yakni kepercayaan masyarakat terhadap KPK. 

Baca Juga: KPK Panggil Cak Imin jadi Saksi Usai Deklarasi Bacawapres, Hukum atau Politik?

Menurutnya, terlalu naif jika KPK saat ini tidak telepas dari kepentingan politik. Sebab, KPK bukan lagi lembaga independen lantaran pegawainya merupakan aparatur sipil negara.  

Belum tuntasnya kasus suap komisioner KPU dengan tersangka Harun Masiku belum tertangkap hingga munculnya nama Muhaimin Iskandar, menjadi bagian-bagian kecil yang membuat persepsi KPK di bawah bayang-bayang kekuasaan benar terjadi. 

"Naif kalau kita bilang ini tidak politik. Kita lihat saja kasus Formula E, 19 kali ekspose sampai mengorbankan dua orang. Beberapa bulan sebelumnya disebut-sebut, Cak Imin (Muhaimin) ini juga disebut-sebut oleh salah satu pimpinannya," ujar Saut.

"Kalau bicara penegakan hukum itu harus terus bertahap, itu yang kemudian tidak terjadi di KPK karena kondisi di dalam penuh dengan konflik kepentingan, tidak transparan dan akuntabel. Anda akuntabel mecat 57 orang. Itu potongan informasi yang tidak bisa dibuang begitu saja. Ada mosaik-mosaik yang menunjukkan kita sulit mempercayai mereka di dalam sekarang," pungkasnya. 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU