> >

Butet: Surat Pernyataan Tidak Bicara Politik Sama Saja Membatasi Bahasa Kesenian Berekspresi

Peristiwa | 6 Desember 2023, 05:40 WIB
Seniman Bambang Ekoloyo Butet Kartaredjasa menjelaskan dirinya diminta menandatangani surat pernyataan sebelum pertunjukan teater produksi ke-41 forum budaya Indonesia Kita bertajuk Musuh Bebuyutan digelar di Teater Besar Taman Ismail Marzuki, Jumat (1/12/2023). (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Seniman Butet Kartaredjasa merasa heran di era reformasi saat ini masih ada saja permintaan untuk membuat surat pernyataan tidak ada unsur politik sebagai bagian dari perizinan pertunjukan teater. 

Menurutnya persyaratan tidak berbicara politik lebih banyak muncul di era orde baru. Sejak reformasi bergulir persyaratan tersebut sudah hilang. 

Butet menjelaskan sejak 2011, pihaknya tidak pernah membuat surat pernyataan tersebut untuk memenuhi persyaraatan kegiatan. 

Belakangan permintaan surat pernyataan tidak ada unsur politik muncul. Padahal kegiatan yang dilakukannya masih sama, yakni mengenai pertunjukan teater yang digelar di lingkunan pusat kesenian. 

"Baru kali ini, selama ini biasa-biasa saja. Tema politik, satire politik parodi itu memang bagian dan sering kami tampilkan di dalam percandan kami di dalam lakon itu. Baru kali ini ada tambahan redaksional itu, saya harus berkomitmen tidak bicara politik. Ini loh yang aneh," ujar Butet di program Kompas Petang KompasTV, Selasa (5/12/2023).

Baca Juga: Butet Kartaredjasa Diintimidasi Polisi, Dilarang Bicara Politik dalam Pentas Teater

Butet mengakui ada satire politik dan yang muncul dalam pertunjukan teater, tapi itu bukan kali ini dilakukan.  

Menurutnya kemunculan surat pernyataan komitmen tidak berbicara politik dalam pementasan seni semacam paranoid dari kepolisian di tengah proses politik yang sedang berjalan saat ini bahwa pertunjukannya berpotensi mengganggu ketertiban umum.

Namun tindakan tersebut sama saja sudah mengekang kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi. 

Jika hal ini terus berlanjut, budayawan dan kesenian akan terganggu lantaran kebebasan berekspresi dan mengartikulasikan pikiran dengan bahasa kesenian dibatasi.  

"Polisi tugasnya menjaga ketertiban umum bukan me-review dan menilai produk seni apalagi mainnya di tempat seni, kaya di TIM. Kalau harus tanda tangan kontennya saya harus komitmen tidak bicara politik itu kan konten prodak seninya, bukan ketertiban umum," ujar Butet. 

Baca Juga: Butet: Pertunjukan Panggung Kami Parodi Satire, Baru Ini Ada Surat Minta Tidak Ada Unsur Politik

"Tidak ada gangguan apapun, penonton ketawa-ketawa menikmati pertunjukan. Kok ini pagi-pagi sudah ada semacam paranoid, lalu saya harus menandatangani seperti itu. Kan ini bukan demokrasi itu menghambat kebebasan berekspresi," sambungnya. 

Dalam website Indonesia Kita menjelaskan soal pertunjukan teater serial 41 yang mengusung tema Perebutan Tahta Dan Kuasan di lakon Musuh Bebuyutan. 

"Musuh Bebuyutan" mengisahkan hubungan seorang pemuda dan seorang perempuan yang bertetangga dan berteman baik. 

Namun sebuah peristiwa menjadikan keduanya berseteru dan berbeda pilihan politik. Permusuhan keduanya merembet ke mana-mana, membuat situasi kampung menjadi penuh kasak kusuk.

Masyarakat menjadi terbelah sikap, ada yang mendukung si pemuda, dan ada juga yang mendukung si perempuan.

Baca Juga: Bantah Intimidasi, Polisi Pastikan Surat Pernyataan Tidak ada Unsur Politik Bagian dari Perizinan

Situasi di perkampungan itu makin memanas ketika Lurah lama akan habis masa jabatannya, dan pemilihan Lurah baru akan dilangsungkan.

Akankah lurah lama tidak akan ikut "cawe-cawe" dalam pemilihan itu?

Pertunjukan panggung menampilkan gaya yang terinspirasi pada kesenian lenong. Pilihan pemanggungan seperti ini untuk menggambarkan suasana perkampungan yang tenang dan akrab, tetapi kemudian menjadi penuh kehebohan. 

Gaya pemanggungan lenong juga akan membuat panggung pertunjukan menjadi lebih penuh dengan kejenakaan. 

Dengan kejenakaan itulah, segala intrik, konflik, dan suasana permusuhan bisa ditampilkan secara penuh humor, dengan sindiran isu-isu politik yang dikemas dengan menarik.

Peristiwa demi peristiwa yang menandai perseteruan, dikemas dengan gaya humor.

"Celetukan-celetukan spontan antara pemain dan penonton yang terjadi di pementasan lenong inilah yang membuat seni lenong bisa dikatakan sangat demokratis. Inilah yang ingin kita tampilkan di pertunjukan ini. Judulnya memang terkesan tegang ya, Musuh Bebuyutan," ujar Agus Noor tentang lakon yang dia garap kali ini.

Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil: Surat Pernyataan Tidak Ada Unsur Politik di Pentas Seni Langgar HAM

"Namun inilah inti pertunjukan kali ini. Kami berharap, perbedaan pendapat itu tidak harus dijadikan permusuhan," sambung Agus Noor. 

Butet Kartaredjasa juga menyampaikan harapannya bahwa melalui pertunjukan seni, masyarakat Indonesia bisa lebih tenang dan kalem menghadapi pesta demokrasi yang akan terjadi dalam beberapa bulan lagi.

"Saya berharap pertunjukan Indonesia Kita kali ini, bisa mengingatkan masyarakat bahwa proses demokrasi kita seperti pertunjukan lenong. Publik bisa memberikan pendapat, namun tetap saja para aktor di atas panggung akan mengikuti jalannya skenario," ujar Butet. 

 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU