> >

Kemenkes: Fatalitas Bakteri Mycoplasma Pneumoniae Lebih Rendah dari Covid, Obatnya Bisa Pakai BPJS

Humaniora | 7 Desember 2023, 07:45 WIB
Kementerian Kesehatan China hari Minggu (26/11/2023) menyatakan lonjakan penyakit pernapasan yang memunculkan perhatian WHO bukan karena virus baru, namun oleh flu dan patogen lainnya, dengan klaster terbaru infeksi pernapasan karena tumpang tindih influenza, rhinovirus, virus syncytial pernapasan (RSV), adenovirus, dan bakteri mycoplasma pneumoniae. (Sumber: Bloomberg)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dokter Spesialis Anak di RS Cipto Mangunkusumo Nastiti Kaswandani menegaskan, tingkat fatalitas dan keparahan akibat bakteri Mycoplasma pneumoniae lebih rendah dibandingkan tingkat fatalitas karena COVID-19. 

Ia menyebut, jika bandingkan dengan COVID-19, tingkat keparahan maupun mortalitas (kematian) akibat Mycoplasma pneumoniae cenderung lebih rendah hanya 0,5 sampai 2 persen. 

"Itu pun pada mereka dengan komorbiditas,” kata Nastiti dikutip dari keterangan resmi Kementerian Kesehatan, Rabu (6/12/2023). 

Baca Juga: Kasus Pneumonia Anak Meningkat di Indonesia, Kenali Gejala dan Sumber Penularannya

Oleh karena itu, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sering disebut sebagai walking pneumonia. Sebutan itu lantaran gejalanya cenderung ringan sehingga pasien tidak perlu menjalani rawat inap di rumah sakit dan cukup melakukan rawat jalan. 

“Anaknya cukup baik kondisi klinisnya sehingga masih bisa beraktivitas seperti biasa, makanya sebagian besar kasusnya bisa dilakukan rawat jalan, pemberian obatnya secara minum, dan anaknya bisa sembuh sendiri,” ujarnya.  

Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan Erlina Burhan menambahkan, pneumonia akibat bakteri mycoplasma sebenarnya bukanlah penyakit baru. Bakteri penyebab peradangan akut pada paru ini telah ditemukan dari lama, bahkan sejak periode 1930-an. 

Baca Juga: Kasus Pneumonia Semakin Banyak, Kemenkes Imbau Masyarakat Pakai Masker di Ruang Publik

Namun, belakangan menjadi perhatian dan kewaspadaan dunia lantaran bakteri Mycoplasma pneumoniae diduga telah menyebabkan kenaikan kasus pneumonia di Tiongkok Utara dan Eropa yang mayoritas menyerang anak-anak. 

Karena bukan penyakit baru, pengobatan untuk Mycoplasma pneumoniae tidak susah dicari karena dapat ditemukan di Puskesmas dan dapat diperoleh menggunakan BPJS.

“Makanya, masyarakat tidak perlu panik karena penyakit ini sudah lama ditemukan di Indonesia,” ucapnya. 

Yang terpenting saat ini, lanjut Erlina, adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Menurutnya, hal tersebut adalah kunci utama pencegahan penyakit ini. 

Baca Juga: Pneumonia Anak Merebak di China, Kemenkes RI Minta Warga Tak Panik, Beberkan 5 Langkah Antisipasi

Selain itu, masyarakat juga perlu mengikuti prosedur kesehatan seperti yang direkomendasikan WHO dan Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) untuk menurunkan risiko penyakit pernapasan. 

Rekomendasi itu di antaranya melakukan vaksinasi terutama pada anak-anak, menjaga jarak dengan orang sakit, tidak bepergian saat sakit, pergi ke dokter dan mendapatkan perawatan bila dibutuhkan, memakai masker, memastikan kualitas ventilasi baik dan rutin cuci tangan.

“Kita harus waspada dan terapkan PHBS serta jangan panik,” ujarnya.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU