Abraham Samad Nilai Firli Bahuri Dapat "Privilege": kalau Masyarakat Biasa Pasti Cepat Ditahannya
Hukum | 2 Maret 2024, 06:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tiga mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Mabes Polri untuk menanyakan perkembangan kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dengan tersangka eks Ketua KPK Firli Bahuri.
Tiga mantan pimpinan KPK tersebut yakni Abraham Samad, ketua KPK periode 2011-2015; Saut Situmorang, wakil ketua KPK 2015-2019; dan Mochammad Jasin, wakil ketua KPK 2007-2011.
Sejak Firli ditetapkan sebagai tersangka pada 22 November 2024, Samad menilai penyelesaian kasus pemerasan yang menjeratnya seakan jalan di tempat.
Terlebih hingga saat ini berkas perkara Firli belum masuk P-21 atau hasil penyidikan sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.
Tak hanya itu, hingga kini penyidik tidak kunjung melakukan penahanan terhadap mantan Ketua KPK itu meski sudah berstatus tersangka.
Baca Juga: Kapolri dan Kapolda Metro Jaya Digugat karena Tak Kunjung Tahan Eks Ketua KPK Firli Bahuri
"Kenapa kita katakan berjalan di tempat, karena sampai hari ini kita lihat enggak ada progres yang menunjukkan kemajuan yang signifikan, misalnya harusnya dilakukan penahanan," ujar Samad di gedung Bareskrim Polri, Jumat (1/3/2024).
Dia mengakui penahanan tersangka merupakan kewenangan penyidik. Namun dalam kasus Firli, penyidik seharusnya tidak melihat sisi subjektif saja tapi juga sisi objektif bahwa ancaman hukumannya di atas lima tahun.
Firli Bahuri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B, atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP.
Samad curiga penyidik Polri tidak menerapkan azas hukum equality before the law atau persamaan di hadapan hukum lantaran latar belakang Firli yang merupakan jenderal bintang tiga dan pernah memimpin lembaga KPK.
"Kalau masyarakat biasa yang disidik oleh kepolisian, itu cepat-cepat ditahan. Tapi, kalau Firli Bahuri, dia mantan ketua KPK, diberikan privilege keistimewaan-keistimewaan sehingga beliau tidak dilakukan penahanan," ujar Samad, dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Surati Kapolri, Minta Jawaban Kasus Firli Bahuri yang Mandek
"Ini bisa menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan juga bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum," imbuhnya.
Sementara Jasin punya alasan kuat agar penyidik bisa menahan Firli. Ia pernah dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan sebagai ahli untuk memberi penjelasan apakah Firli layak atau tidak ditetapkan sebagai tersangka.
"Pemerasan itu maksimal hukumannya hanya 5 tahun, tapi kan digandengkan dengan pasal 12 B yakni gratifikasi, itu hukumannya bisa 20 tahun," ujar Jasin.
"Jadi, untuk menjaga keamanan agar tidak mengulangi perbuatan atau menghilangkan barang bukti yang penting ini atau melarikan diri. Karena isunya sekarang ini tidak ada di tempat, melarikan diri," imbuhnya.
Baca Juga: Ini Alasan Mabes Polri Belum Juga Menahan Bekas Ketua KPK Firli Bahuri
Selain tiga pimpinan KPK itu, peneliti ICW Kurnia Ramadhana dan Ketua PBHI Julius Ibrani juga ikut mempertanyakan perkembangan kasus pemerasan dengan tersangka Firli.
Mereka juga memberikan surat kepada Kapolri. Surat itu dilayangkan atas nama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang menilai proses penanganan perkara dugaan pemerasan yang menjerat Firli berjalan lambat.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV