> >

Alasan Kenapa Dewan Kawasan Aglomerasi Ditunjuk Presiden, Baleg: Enggak Ada Kaitannya dengan Gibran

Politik | 16 Maret 2024, 08:21 WIB
Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas usai rapat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). (Sumber: ANTARA/Melalusa Susthira K)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Jakarta akan menjadi kawasan aglomerasi setelah Ibu Kota Negara resmi pindah ke Nusantara, Kalimantan Timur. 

Jakarta sebagai kawasan aglomerasi tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

Nantinya Jakarta sebagai kawasan aglomerasi akan dipimpin dewan kawasan aglomerasi. Dewan ini ditujuk oleh presiden.

Penunjukan dewan kawasan aglomerasi menjadi polemik lantaran nantinya presiden berhak menentukan siapa yang bakal didelegasikan untuk memimpin dewan aglomerasi, termasuk menunjuk wakil presiden. 

Polemik berkembang karena kebijakan tersebut dinilai sengaja dibuat untuk memberi kewenangan kepada Gibran Rakabuming Raka, cawapres Prabowo Subianto, meski keduanya belum diputuskan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. 

Baca Juga: DPR dan Pemerintah Sepakat Dewan Aglomerasi dalam RUU DKJ Tak Dipimpin Wapres, tapi Dipilih Presiden

Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas membantah penilaian kebijakan penunjukan dewan kawasan aglomerasi yang diberikan kepada presiden untuk kepentingan politik. 

Supratman juga heran mengapa penilaian itu muncul, padahal RUU DKJ ini merupakan usulan dari DPR bukan berasal dari pemerintah. 

"Tujuan dewan aglomerasi itu fungsinya koordinatif, karena mengawal Jakarta ke depan itu bukan daerah Jakarta saja tetapi meliputi daerah sekitarnya. Karena problemnya cukup holistik, pendekatannya pun harus holistik maka perlu ada dewan kawasan aglomerasi," ujar Supratman di program Kompas Petang KOMPAS TV, Jumat (15/3/2024). 

Supratman menambahkan dalam draf RUU DKJ, Baleg DPR memang mengusulkan penunjukan dewan kawasan aglomerasi yang diberikan kepada presiden, termasuk nantinya jika presiden menunjuk wakilnya.

Namun kebijakan tersebut datang bukan karena ada pertimbangan ataupun transaksi politis, tapi lebih kepada perlu dewan yang memantau keberlangsungan kawasan aglomerasi Jakarta. 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU