> >

Setara Institute Sebut TNI-Polri Isi Jabatan ASN Akan Hidupkan Dwifungsi ABRI: Khianati Reformasi

Politik | 16 Maret 2024, 10:37 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo(kanan) saat menyebut situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) pada masa Pemilu sampai saat ini dalam situasi aman dan terkendali, Rabu (14/2/2024). Setara Institute memberikan sorotan tajam terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). (Sumber: Syakirun Niam/Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Setara Institute memberikan sorotan tajam terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), khsusunya terkait aturan mengenai prajurit TNI dan Polri bisa mengisi jabatan ASN.

Setara Institute menilai diizinkannya anggota TNI dan Polri menduduki jabatan ASN justru akan menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.

"Konsekuensi yang ditimbulkan atas penempatan TNI/Polri pada jabatan sipil tersebut adalah menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI dengan dalih kompetensi, yang justru dilakukan oleh pejabat sipil yaitu Joko Widodo (Jokowi)," tulis Setara Institute dalam keterangan pers yang diterima Kompas.TV, Sabtu (16/3/2024).

Melalui penempatan tersebut, mereka menilai, TNI/Polri tidak lagi hanya mengerjakan tugas utamanya sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, tetapi kerja-kerja administratif dan sosial-politik lainnya.

"Hal itu nyata-nyata mengkhianati amanat Reformasi 1998 yang menghapus Dwifungsi ABRI (kini TNI/Polri) dan mengamanatkan profesionalisme TNI di bidang pertahanan/keamanan," ujarnya.

Selain itu, penempatan TNI/Polri di jabatan ASN juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak punya komitmen politik untuk menguatkan reformasi TNI, Polri, sesuai dengan amanat Reformasi 1998.

"Upaya membangun reformasi TNI kerapkali mengalami gangguan melalui perluasan penempatan TNI pada jabatan sipil di luar ketentuan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI," kata Setara Institute.

"Penempatan tersebut memicu pelembagaan rutinitas penempatan prajurit-prajurit, terutama perwira, pada jabatan-jabatan yang tidak berkaitan dengan pertahanan negara. Padahal urusan-urusan pada jabatan tersebut dapat dikelola oleh aparatur sipil yang memiliki kapasitas sesuai bidangnya," ujarnya.

"Reformasi TNI/Polri tidak menjadi ruh dalam RPP ini dan sangat potensial mengulang praktik Dwifungsi ABRI," ujarnya.

Terlebih, lanjutnya, mengikuti kecenderungan yang selama ini terjadi di periode Presiden Jokowi yang tidak memiliki paradigma supremasi sipil dalam demokrasi dan abai terhadap reformasi TNI/Polri, peraturan ini jelas akan mengakselerasi perluasan posisi TNI/Polri pada jabatan sipil, terutama jabatan-jabatan tertentu yang selama ini menjadi ranah ASN.

Baca Juga: Respons Panglima TNI soal Jabatan ASN Bisa Diisi Prajurit TNI dan Personel Polri

Selain itu, Setara Institute menilai RPP ini juga memiliki kompleksitas persoalan yang perlu diatasi melalui pengaturan yang terperinci dengan kriteria yang tepat. 

"Sebab melalui prinsip resiprokal, RPP ini dapat berdampak kepada jenjang karir kepada ASN maupun TNI/Polri," ujarnya.

Atas dasar kondisi tersebut, Setara Institute memberikan empat catatan sebagai berikut:

1.  Penyusunan RPP ASN semestinya mengokohkan komitmen Reformasi TNI/Polri.

Sehingga tetap meletakkan dua alat negara ini sebagai instrumen negara yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan dan bidang keamanan negara, dan tidak didorong untuk mengokupasi jabatan-jabatan pemerintahan yang secara substantif dan selama ini menjadi tugas dan fungsi ASN.

2.  Peraturan ini sebenarnya dapat menguatkan pembatasan jabatan sipil bagi TNI/Polri sesuai UU TNI dan UU Polri.

Berbagai Jabatan ASN yang dapat diduduki prajurit TNI dalam PP ASN semestinya tetap mengacu kepada ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI yang telah merinci jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa melalui mekanisme pensiun dini, sebagaimana juga disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN.

Begitupun merujuk pada UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri Pasal 28 ayat (3), sebagaimana penjelasannya bahwa jabatan-jabatan tersebut perlu dipastikan memiliki sangkut paut dengan kepolisian dan ada penugasan resmi dari Kapolri.

Sementara terhadap jabatan-jabatan ASN di luar ketentuan UU TNI dan UU Polri itu, PP ASN ini perlu menegaskan prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Hal tersebut sebagaimana Pasal 47 ayat (1) UU TNI, serta merujuk kepada Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang menegaskan Anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

3.   UU ASN mengatur bahwa jabatan ASN terdiri dari Jabatan Manajerial dan Non-Manajerial.

Pengaturan PP ini semestinya memberikan gambaran yang jelas perihal kriteria dan/atau jabatan-jabatan apa saja yang dapat diduduki prajurit TNI/Polri untuk jabatan ASN.

Kriteria dan syarat yang ketat perlu dilakukan agar RPP ini tidak menjadi pintu masuk yang seluas-luasnya bagi penempatan TNI/Polri pada jabatan sipil yang dapat memicu massifnya kembali praktik Dwifungsi ABRI dan merusak tatanan demokratis negara ini. 

4.  Mengingat dalam UU ASN memiliki konsep resiprokal, di mana ASN juga dapat mengisi jabatan-jabatan tertentu di lingkungan TNI/Polri, maka perlu diperhatikan agar pengaturan dalam rancangan PP ini tidak menambah persoalan mengenai karir-karir ASN dan prajurit TNI/Polri ke depannya.

Penempatan sesuai kebutuhan Kementerian/Lembaga harus menjadi prinsip yang diutamakan, sehingga penempatan dapat tepat sasaran.

RPP Manajemen ASN harus dipastikan menjadi instrumen untuk mewujudkan birokrasi berdampak, seperti jargon Kemenpan/RB, bukan untuk menjadi sarana perluasan penempatan TNI/Polri pada jabatan-jabatan ASN.

Baca Juga: Rancangan Aturan TNI-Polri Bisa Isi Jabatan Sipil Tuai Polemik

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU