> >

MK Singgung Kekosongan Hukum dalam Pertimbangan Putusan Sengketa Pilpres 2024 Kubu Anies-Muhaimin

Hukum | 22 April 2024, 13:58 WIB
Pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar saat mengikuti sidang putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Senin (22/4/2024). (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti kekosongan hukum terkait kegiatan yang dapat diketagorikan kampanye dilakukan pejabat negara sebelum masa kampanye hingga aturan baku penggunaan fasilitas dan jabatan penyelenggara negara. 

Sorotan kekosongan hukum ini dibacakan saat saat membacakan putusan MK terkait perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukakn Anies-Muhaimin, Senin (22/4/2024). 

Awalnya Hakim Guntur Hamzah menjelaskan mengenai dalil pemohon Anies-Muhaimin soal pembiaran Presiden Joko Widodo terhadap para menteri terlibat aktif dalam kampanye pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Salah satunya yakni kegiatan Menteri Perdaganan (Mendag) Zulkifli Hasan yang diduga melanggar ketentuan Pasal 281 ayat (1) dan (2) serta Pasal 282 UU Pemilu saat melakukan kunjungan ke Pasar Klender, Jakarta Timur, Rabu (22/6/2022). 

Dalam pertimbangannya Hakim Guntur menjelaskan mahkamah telah memeriksa secara seksama dalil pemohon, jawaban termohon dalam hal ini KPU, keterangan pihak terkait, bukti-bukti surat tulisan yang diajukan pemohon dan keterangan Bawaslu RI beserta bukti-bukti yang diajukan.

Baca Juga: Hakim MK Arief Nilai Dalil Dugaan Intervensi Presiden Jokowi di Pencolanan Gibran Tak Beralasan

Dugaan pelanggaran tersebut telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu RI sesuai dengan tugas dan kewajibannya.

Dalam keputusan Bawaslu RI, tidak dapat melakukan tindak lanjut laporan atau temuan tersebut dikarenakan tidak adanya aturan mengenai kegiatan yang dapat diketagorikan kampanye dan sebelum masa kampanye dimulai. 

Mengenai hal itu Hakim Guntur menjelaskan aturan di UU Pemilu dan Peraturan KPU tidak mengatur lebih lanjut segala bentuk tindakan dan kegiatan yang memberikan dukungan kepada peserta pemilu sebelum dan sesudah masa kampanye. 

Berdasarkan pertimbangan tersebut dan pertimbangan hukum dari Bawaslu RI kekosongan hukum ini menjadi perhatian serius untuk pelaksanaan pemilu ke depan termasuk Pilkada Serentak 2024 di November 2024. 

"Dengan demikian menurut mahkamah dalil pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Guntur. 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU