> >

Dosen Hukum UIN Ingatkan Bahaya Revisi UU MK Secara Tertutup: Legalisme Otokrasi

Peristiwa | 22 Mei 2024, 08:28 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo dan tujuh hakim konstitusi yang bertugas untuk perkara PHPU Pilpres 2024. Para hakim MK akan menggelar sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), Senin (22/4/2024) besok. (Sumber: Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)
 

JAKARTA, KOMPAS.TV- Dosen hukum tata negara di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Ferdian Andi mengingatkan bahaya yang timbul dari rencana perubahan keempat UU Mahkamah Konstitusi (MK).

Rencana revisi tersebut  menimbulkan polemik di tengah publik karena proses yang tidak transparan dan tidak melibatkan publik. Jika perubahan UU MK tetap dilakukan akan  berimplikasi konstitusional bagi kekuasaan kehakiman di Indonesia bahkan kondisi negara. 

“Karena tidak terbuka, maka memunculkan spekulasi yang beragam di publik. Padahal, rencana perubahan ini juga sudah muncul sejak awal 2023 lalu,” ujar Ferdian dalam diskusi “Let’s Talk About Law” yang digelar Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Selasa (21/5/2024) malam. 

Baca Juga: Ketua KPU: Ikhtiar PPP di MK Tidak Tercapai karena Putusan Dismissal

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) ini bahkan lebih jauh menyebutkan, imbas tidak terbukanya rencana perubahan UU MK ini menimbulkan spekulasi dan asumsi yang muncul di ruang publik. Mestinya, rencana perubahan ini dilakukan secara terbuka dengan melibatkan  publik.

Ferdian lebih jauh menyebutkan bahwa fenomena legalisme otokartis (autocratic legalism) yang menjadikan  MK sebagai obyek lembaga yang dikuasai oleh cabang kekuasaan lainnya, memang sedang menggejala.

Namun bahayanya, gejala ini dapat mengonversi pemerintahan demokratis menjadi pemerintahan otokratik. “Gejala yang terjadi di sejumlah negara di dunia ini harus kita baca dengan seksama. Jangan sampai legalisme otokratik berupa konversi negara demokrasi ke negara otokratik melalui mekanisme hukum terjadi di Indonesia,” kata Ferdian.

Tidak heran, perubahan UU MK saat ini, meski hanya syarat usia dan masa jabatan hakim MK, namun berpotensi mengancam  prinsip dasar kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

“Putusan MK No 81 Tahun 2023 telah mengingatkan tentang perubahan UU MK khususnya terkait perubahan syarat usia dan masa jabatan akan mencam kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Ini bertentangan dengan prinsip konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945,” ucap Ferdian. 

Baca Juga: MK Gelar Sidang Putusan Dismisal untuk 207 Perkara PHPU 2024

Lebih lanjut Ferdian  mengatakan, dalam putusan MK No 81 Tahun 2023 juga menyebutkan perubahan UU MK dilakukan tidak boleh merugikan subyek yang disebutkan dalam UU MK tersebut yakni hakim MK.

Menurut dia, perubahan UU MK ditujukan pada hakim MK yang diangkat setelah berlakunya UU tersebut diubah. “Poin ini harus dibaca dengan seksama oleh pembentuk UU,” kata Ferdian. 

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU