> >

Kejagung Nilai Pelaporan terhadap Jampidsus ke KPK Keliru, Begini Penjelasannya

Hukum | 30 Mei 2024, 05:45 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam konferensi pers, Rabu (29/5/2024). Kejagung angkat bicara terkait Jampidsus Febrie Adriansyah dilaporkan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) ke KPK. Sumber: Tangkap Layar Kompas TV.)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pihak Kejaksaan Agung atau Kejagung angkat bicara terkait Jampidsus Febrie Adriansyah dilaporkan Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Seperti diketahui, Febrie dilaporkan atas dugaan korupsi dalam pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU) oleh Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung (PPA Kejagung).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menilai pelaporan Febrie ke KPK tersebut keliru.

"Saya jelaskan bahwa adanya proses pelelangan terkait aset PT GBU setelah ada putusan pengadilan MA  di 24 Agustus 2021 itu seluruhnya diserahkan ke PPA. Jadi tidak ada pelaksanaan lelang oleh Pak Jampidsus, jadi kalau ada pelaporan ini keliru.," kata Ketut dalam konferensi pers, Rabu (29/5/2024).

Seluruhnya diserahkan kepada PPA dan pelelangannya diserahkan kepada Dirjen KLN di bawah Kementerian Keuangan.

Ketut kemudian menjelaskan kronologisnya, di mana sejak awal penyidikan PT GBU ini sudah pernah diserahkan ke Bukit Asam yang merupakan BUMN.

"Tapi Bukit Asam BUMN tidak bisa menerima karena berbagai persoalan yang ada di PT GBU, salah satunya adalah banyak utang dan juga banyak gugatan," ujarnya.

Setelah itu, lanjut Ketut, Kejagung melakukan proses penyidikan.

Kemudian, saat kasus sudah disidik, tiba-tiba terdapat gugatan keperdataan PT Sendawar Jaya, Kejagung kalah dalam gugatan itu.

"Artinya, uang yang sudah diserahkan hasil lelang itu mau diserahkan kepada PT Sendawar Jaya, sehingga kita prosesnya berlangsung di Pengadilan Tinggi karena ada upaya hukum, ternyata mereka dikalahkan," jelasnya.

Kejagung kemudian langsung melakukan suatu proses penelitian terhadap berkas perkara dalam gugatan tersebut.

Ketut menyebut pihaknya saat itu menemukan dokumen palsu sehingga ditetapkanlah seseorang bernama Thomas sebagai tersangka yang kini sudah diadili.

Baca Juga: Jampidsus Kejagung Dilaporkan ke KPK terkait Dugaan Korupsi Lelang Aset Tambang

Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan, terkait proses lelang saham yang diduga janggal oleh KSST.

"Saya jelaskan juga proses lelangnya, bahwa proses lelangan PT GBU ini dilakukan penilaian oleh 3 appraisal. Pertama, yaitu terkait dengan aset atau bangunan alat berat yang melekat di PT GBU dengan nilai kurang lebih Rp 9 miliar," ucapnya.

Apprasial kedua terkait dengan PT GBU dengan nilai Rp 3,4 triliun.

"Dari hasil dua tadi dilakukan satu proses pelelangan pertama, tetapi satu pun tidak ada yang menawar. Jadi kalau dibilang ada kerugian Rp 9 triliun, di mana kerugian Rp 9 triliunnya? Rp 3,4 triliun yang kita tawarkan tidak ada yang menawar ditambah dengan Rp 9 miliar, yang laku cuma yang Rp 9 miliar," ucapnya. 

Karena tidak ada yang menawar, maka dibuka proses pelelangan kedua dengan melakukan foto appraisal.

"Ternyata nilainya mengalami fluktuasi karena nilai sahamnya dipengaruhi oleh harga batu bara pada saat itu. Sehingga kita memperoleh nilai Rp 1,9 triliun. Itu pun kita lakukan satu pelelangan dengan jaminan," ungkapnya.

Kenapa ada dengan jaminan? Karena di dalam PT GBU itu ada utang dari perusahaan lain, kurang lebih USD 1 juta, kalau dihitung pada saat itu kurang lebih Rp 1,1 triliun.

Ketut mengatakan, pada proses lelang kedua, ada seseorang yang menawar dan ditetapkanlah menjadi pemenang.

"Kenapa ini cepat kita lakukan satu proses pelelangan? Karena ini untuk segera dimasukkan ke kas negara, untuk membayar para pemegang polis dan trainee," jelasnya.

"Begitu  proses pelayanan selesai, semua uang kita serahkan ke Kementerian Keuangan untuk dalam rangka tadi. Proses pembayaran kepada pemegang polis dan premi yang sedang berjalan," ujarnya.

Kedua, lanjut Ketut, untuk menghindari proses hukum, karena PT GBU ini complicated, banyak gugatan, banyak permasalahan.

"Dan menghindari fluktuasi harga saham pada saat itu sehingga kita segera melakukan satu proses pelayanan biar negara tidak rugi," tegasnya.

Meski begitu, Ketut menghormati laporan yang dibuat KSST. Ketut mengatakan, laporan tersebut menjadi koreksi instansi mereka.

"Tapi nggak apa-apa, kita berterima kasih kepada teman-teman yang melaporkan sehingga menjadi bahan koreksi bagi kami ketika ditemukan satu kesalahan," ucapnya.

Baca Juga: Jampidsus Buka Suara soal Kasus Penguntitan oleh Densus 88: Sudah Diambil Alih Jaksa Agung

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU