> >

Yogyakarta Belajar dari Bursa Turki untuk Jadi Kota Warisan Dunia UNESCO

Berita daerah | 25 Agustus 2021, 19:18 WIB
Tugu Yogyakarta (Sumber: Kemenparekraf)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Yogyakarta mengajukan diri sebagai Kota Warisan Dunia UNESCO. Berbagai upaya dilakukan kota ini, tak terkecuali belajar dari Bursa, Turki yang sudah lebih dulu mendapat predikat Kota Warisan Dunia UNESCO pada 2014.

Dinas Kebudayaan DIY dan Yogyakarta pun belajar melalui Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Situs Warisan Dunia UNESCO: Perspektif dari Bursa dan Yogyakarta, Selasa (24/8/2021) dengan mengundang Neslihan Dosto lu, Dekan Fakultas Arsitektur Istanbul Kultur Universitesi sekaligus Manajer Situs Warisan Dunia UNESCO di Bursa, Turki. Melalui kegiatan ini ingin didapatkan gambaran besar Bursa dan Yogyakarta sebagai situs bersejarah dan memiliki warisan budaya tak ternilai di dunia.

Menurut Dosto lu, menjaga identitas kota menjadi salah satu hal yang perlu dipertahankan. Terlebih, sebuah kota tidak dapat bercerita terkait sejarah yang dijalaninya, akan tetapi sejarah tersebut tertulis di setiap sisi kota seperti garis yang tertulis di tangan. 

Baca Juga: Di Yogyakarta, Polisi Tak Permasalahkan Keberadaan Mural Asalkan...

"Upaya pengajuan sebagai situs warisan dunia UNESCO tidak dapat hanya dilakukan di awal upaya mencapai titel tersebut, tetapi membutuhkan upaya berkelanjutan untuk memastikan bahwa identitas dan budaya kota tersebut tetap terjaga," ujarnya.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, menuturkan, sebagai bagian dari situs budaya, Kota Yogyakarta perlu melakukan persiapan untuk menjamin bahwa sumbu filosofi terjaga dan tetap memperhatikan kenyamanan dari pengunjung area situs budaya tersebut, terutama situs area Tugu Yogyakarta sampai Panggung Krapyak.

Ada dua hal yang akan dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. Pertama, mengembangkan kawasan pedestrian di pusat kota untuk menjamin kenyamanan wisatawan yang sedang melintas di area tersebut. Kedua, melakukan perencanaan transportasi yang terintegrasi untuk menjamin bahwa lalu lintas yang berjalan tidak merusak situs budaya yang ada di area tersebut.

"Seperti adanya giratori yang dijalankan oleh Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, hingga pengembangan area-area parkir yang memungkinkan wisatawan menjangkau pusat kota namun tetap memberikan kenyamanan bagi pengunjung," ucapnya.

Sementara, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menjelaskan sumbu filosofi serta dampaknya terhadap keistimewaan DIY secara keseluruhan. Sumbu filosofi menjadi perwujudan nilai-nilai peradaban sebagai filosofi kehidupan universal, mulai dari manusia berasal sampai manusia kembali, sebagai
nilai fundamental pembangunan peradaban, baik hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, hingga manusia dengan alam.

"Dengan dasar ini, Kota Yogyakarta kemudian mengajukan situs sumbu filosofi yang terhubung dari Panggung Krapyak di selatan, kompleks Keraton di tengah, hingga Tugu di utara sebagai salah satu situs warisan budaya UNESCO," tuturnya.

Direktur Eksekutif, Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada, Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (YBW UII) Hadza Min Fadhli Robby memaparkan, untuk mendapatkan status situs warisan dunia UNESCO ada tiga faktor utama yang ikut menentukan. Pertama, perlu adanya sinergitas aktor, baik pemerintah, masyarakat sipil, serta aktor-aktor terkait. 

Baca Juga: Detik-detik 1.100 Ibu Hamil di Yogyakarta Terima Vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran UGM

Kedua, perlu mempersiapkan dokumen yang mendetail dan rasionalisasi sesuai syarat UNESCO, yaitu universal, memiliki signifikansi internasional, dan memiliki makna mendalam terhadap kemanusiaan. Ketiga, perencanaan yang seimbang, yaitu strategi yang mendorong kemajuan masyarakat sekitar dan memastikan perlindungan situs budaya di wilayah tersebut.

"Status tersebut tidaklah bertahan selamanya. UNESCO dapat mencabut status sebagai situs warisan dunia apabila pemerintah gagal untuk menjaga identitas dan budaya lokal, sehingga diperlukan kerja keras berkelanjutan dari berbagai pihak untuk mempertahankan budaya dan situs-situsnya," tuturnya.


 

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU