> >

Gubernur Kalbar Beber Perkebunan Kelapa Sawit Jadi Penyebab Banjir Berminggu-minggu di Sintang

Peristiwa | 15 November 2021, 09:59 WIB
Aktivitas masyarakat di Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, lumpuh total akibat banjir. Total 22 desa di Kecamatan Serawai, terendam banjir dari total 38 desa. Masyarakat saat ini ada yang bertahan di rumah berlantai dua, ada pula yang mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. (Sumber: Tribunnews.com/Ist)

SINTANG, KALBAR - Banjir di wilayah Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), sudah memasuki pekan ke-empat dan ribuan warga masih mengungsi serta dua warga dikabarkan meninggal dunia.

Gubernur Kalbar Sutarmidji menduga banjir akibat luapan Sungai Kapuas tersebut akibat pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam masa lalu, salah satunya pemberian konsesi berlebih kepada perkebunan kepala sawit. 

"Kita akui atau tidak, itu [Banjir Sintang - red] adalah kesalahan menajemen dari pemenfaatan hutan masa lalu, seperti pemberian konsesi hutan tanaman industri yang berlebih dan tidak terkontrol," kata Sutarmidji dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas.TV, Senin (15/11/2021). 

"Kayunya ditebang, dia tidak tanam kembali, itu salah satunya. Ini, kan, manajemen masa lalu," ujarnya.

Baca Juga: TOP 3 NEWS: Api di Tangki Kilang Padam, Banjir 1,5 Meter di Sintang, Greenpeace Dipolisikan

Kendati begitu, Sutarmidji mengakui bahwa perkebunan kelapa sawit juga dibutuhkan untuk lapangan kerja, tapi mesti juga dibarengi dengan pemulihan hutan akibat deforestasi. 

Kata Sutarmidji, Kalbar diberikan sekitar 2,8 juta hektare untuk konsesi perkebunan sawit dan baru ditanami sekitar 1 juta hektare. 

"Nah, seharusnya yang belum ditandatangani ini harus ditarik kembali hak konsesinya kemudian dilakukan penanaman pohon besar-besaran," kata Sutarmidji.

Ia mengilutrasikan bahwa hujan mestinya melalui pohon dulu baru ke tanah, tapi kalau kelapa sawit semua tanah tidak mampu menampung air. Akhirnya meluap menjadi banjir.

Menurutnya, yang sangat diperlukan ke depan adalah tata kelola lingkungan yang baik serta pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. 

"Siapa pun, negara mana pun yang bisa menjaga ekosistem wilayahnya, itulah yang akan menguasai duia ini," ucap Sutarmidji.

Baca Juga: Banjir Sintang Belum Surut, BPBD Buka Lima Pos Lapangan

Sebelumnya, Sutarmidji mengusir 20 perwakilan perusahaan sawit di Kantor Gubernur Kalbar saat dirinya meminta bantuan dari mereka. Sebab para perwakilan perusahaan sawit tersebut menolak membantu korban banjir.

“Kemarin saya undang sekitar 20 perusahaan perkebunan sawit untuk membantu saudara kita yang terdampak banjir, tapi mereka enak saja menjawab perusahaan mereka tidak di lokasi banjir,” tutur Sutarmidji pada Selasa (9/11/2021).

Para perwakilan perusahaan itu beralasan belum mendapat persetujuan dari atasan mereka. Sutarmidji menilai alasan-alasan itu tak bisa diterima hingga mengusir mereka.

“Kesal saya. Ya saya usir saja. Mereka ini tidak punya hati,” kata Sutarmidji.

Lebih jauh, ia pun menuding perkebunan-perkebunan sawit itu ikut menyebabkan banjir di Kalimantan Barat.

“[Mereka] sangat kurang peduli dengan masyarakat yang menderita mungkin akibat ulah mereka,” ujar Sutarmidji.

Karena kejadian itu, Sutarmidji mengaku tidak akan lagi mengurusi perkebunan sawit.

“Kalau mereka tidak peduli dengan masyarakat Kalbar, ya saya juga tidak peduli mereka ada atau tidak di Kalbar. Semoga ketidakpedulian mereka akan membawa penyesalan yang panjang,” ucapnya.

Baca Juga: Banjir Kalbar Sudah Tiga Minggu Tak Surut, Komunikasi Macet hingga Sulit Dapatkan Uang

Pada keterangan lain, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale mengatakan banjir Kalbar terjadi akibat sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas kritis.

Sebagian besar daerah penyangga DAS Kapuas mengalami deforestasi karena pembukaan tutupan hutan untuk aktivitas ekstraktif.

”Yang perlu dilakukan adalah peninjauan ulang tata ruang. Perizinan yang ada  hendaknya ditinjau ulang,” tutur Nikodemus pada Kamis (4/11/2021), dikutip dari Kompas.id.

Berdasarkan data Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas, sekitar 1,01 juta hektare dari dari 14 juta hektare luas DAS di Kalbar dalam kondisi kritis, termasuk DAS Kapuas.

Selain perkebunan sawit, DAS di Kalbar kritis akibat penebangan hutan untuk penambangan emas.

Akibatnya, pada 2021 saja banjir telah tiga kali merendam Kalimantan Barat. Banjir terakhir menerjang Kabupaten Sintang, Melawi, Sekadau, Sanggau, hingga Kapuas Hulu.

Di Sintang saja, banjir sejak 19 Oktober berdampak pada 21.874 keluarga di 12 kecamatan.

Baca Juga: Gubernur Kalbar Marah Tuding Perusahaan Sawit Sebabkan Banjir Bandang Berminggu-Minggu

Penulis : Hedi Basri Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Kompas.id


TERBARU