> >

194 Tahun Silam, Hamengku Buwono II Raja Jawa Keras Kepala Itu Meninggal

Budaya | 3 Januari 2022, 11:09 WIB
Sultan Hamengku Bowono II (Sumber:kratonjogja.id -)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pada hari ini, 3 Januari 194 tahun silam, tepatnya pada tahun 1828 atau 15 Jumadilakir 1755 dalam penanggalan Islam Jawa, Sultan Hamengku Buwono (HB) II wafat.

Sosok HB II atau yang memiliki nama kecil Raden Mas (RM) Sundoro punya peran penting dalam perjalanan Kesultanan Yogyakarta bahkan perjalanan sejarah bangsa.

Dia besar dan memerintah ketika tatanan Jawa mulai diobrak-abrik oleh kekuatan kolonial Belanda (VOC) dan Inggris. 

Sikap perlawanan sudah ditunjukannya ketika masih menjadi calon pewaris tahta. Sundoro sudah berani melakukan gerakan-gerakan perubahan di dalam keraton dan berupaya melindungi Keraton Yogyakarta terhadap ancaman VOC. 

Dikutip dari situs kratonjogja.id, dia berupaya menggagalkan pembangunan Benteng Rustenburg inisiatif Komisaris Nicholas Hartingh sejak tahun 1765 dengan cara mengerahkan pekerja dari keraton untuk membangun tembok baluwarti mengelilingi alun-alun utara dan selatan. 

Tak lupa, untuk meningkatkan pertahanan, sebanyak 13 meriam ditempatkan di bagian depan keraton menghadap ke arah benteng Belanda tersebut.

Sikap anti Belanda ini semakin nyata tatkala dinobatkan sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono II pada tanggal 2 April 1792 menggantikan ayahnya HB I. Salah satu sikap kerasnya adalah menolak permintaan wakil VOC yang menuntut disejajarkan posisi duduknya di setiap acara pertemuan dengan sultan. 

Selain itu, tanpa melibatkan VOC, Sri Sultan Hamengku Buwono II menunjuk sendiri patihnya untuk menggantikan Danurejo I yang meninggal dunia pada Agustus 1799.

Posisinya sebagai raja yang keras kepala membuatnya berhadapan langsung dengan pemerintah kolonial.

Ketika Kerajaan Belanda jatuh ke tangan Napoleon dari Perancis, bekas wilayah yang dikuasai VOC kemudian dikendalikan di bawah pemerintah kolonial. Menandai perubahan tersebut, pada tanggal 14 Januari 1808, Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda di bawah kendali Perancis, menggantikan posisi pimpinan sebelumnya yang dipegang oleh Albertus Henricus Wiese.

Di tangan Daendels terjadi perubahan mendasar. Misalnya, Daendels mengharuskan Raja Jawa tunduk kepada Raja Belanda. Daendels juga mengeluarkan aturan bahwa hak pengelolaan hutan harus berada di bawah pemerintah kolonial.

Baca Juga: Jangan Sembarang Mengenakan Batik, Ini 6 Motif Larangan Keraton Yogyakarta

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU