> >

Gunung Tangkuban Parahu dalam Catatan Sejarah 1829 hingga 2019: Meletus Sebanyak 13 Kali

Peristiwa | 13 Februari 2022, 16:23 WIB
Salah satu potret kawah di Gunung Tangkuban Parahu, jawa Barat (Sumber: Kompas TV/Nurul Fitriana)

BANDUNG, KOMPAS.TV – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melaporkan bahwa Gunung Tangkuban Parahu di Jawa Barat, memuntahkan asap solfatara.

Kepala Pusat Vulkanologi menyampaikan informasi itu berdasarkan pantauan kamera pengawas pada Sabtu (12/2/2022).

"Aktivitas Gunung Tangkuban Parahu mengeluarkan asap putih sedang disertai suara blazer di kawah Ecoma. Sekitar 100 meter dari dasar kawah," kata Kepala PVMBG, Andiani dalam keterangannya.

Andiani mengatakan, asap yang terpantau itu berwarna putih dan disertai suara gemuruh.

Asap solfatara merupakan gas yang berbahaya bagi makhluk hidup.

Kendati demikian, hingga hari ini status Gunung Tangkuban Parahu masih berada di Level 1 atau normal.

Dalam catatan sejarah, Gunung Tangkuban Parahu atau biasa juga disebut Tangkuban Perahu memiliki riwayat erupsi terakhir pada tahun 2019.

Tepatnya terjadi pada pukul 15.47 WIB, Selasa, 26 Juli 2019, selama 5 menit. Hal ini sebagaimana catatan PVMBG.

Menurut pantauan petugas PVMBG, saat erupsi kolom abu Gunung Tangkuban Parahu condong ke arah timur laut dan selatan.

Sementara masyarakat diimbau untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius 500 meter dari kawah.

Bahkan, tempat wisata yang terletak di Jawa Barat ini sempat ditutup bagi wisatawan selama kurang lebih lima hari.

Usai terjadi erupsi, Gunung Tangkuban Parahu baru kembali dibuka untuk wisatawan pada Kamis, 1 Agustus 2019.

Sebelum akhirnya dibuka untuk wisatawan, pemerintah setempat mengerahkan sebanyak enam mobil dinas pemadam kebakaran milik Kabupaten Bandung Barat untuk membersihkan materi abu vulkanik yang tersisa.

Sebelum ini, Gunung Tangkuban Parahu pernah mengalami beberapa erupsi.

Sejarah letusan Gunung Tangkuban Parahu

Catatan tertua yang dimiliki Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) adalah erupsi 190 tahun lalu.

Berikut rincian sejarah letusan Gunung Tangkuban Parahu:

Pada 1829, Gunung Tangkuban Parahu terus-menerus mengalami letusan abu dan batu dari Kawah Ratu dan Kawah Domas.

Melansir Kompas.com, seorang ahli vulkanologi dari Padang menulis keterangan bahwa letusannya bersifat eksplosif normal dan hanya terjadi di Kawah Ratu.

Seabad kemudian, pada 1929, terjadi letusan lumpur dalam Kawah Ecoma.

Saat itu tinggi semburan lumpur mencapai 10 meter.

Dalam catatan ahli vulkanologi Padang itu, disebutkan bahwa letusan yang terjadi sebagai letusan freatik. Jenis letusan yang sama seperti kemarin.

Pada 1935, terjadi kenaikan Kawah Ratu, yakni adanya sebuah celah di dasar Kawah Ratu sebelah barat laut Kawah Ecoma selebar 1 meter dan panjang 50 meter.

"Di tahun yang sama pada tanggal 27 April (1935) muncul beberapa fumarola atau lubang pada kerak bumi yang mengeluarkan uap dan gas karbon dioksida, belerang dioksida, asam klorida, dan hidrogen sulfida di sebelah utara Kawah Badak," ungkap Kasbani, Kepala PVMBG waktu itu, Sabtu (27/7/2019).

Kemudian antara 1946-1947, adanya kenaikan kegiatan dalam Kawah Ratu, awan uap mencapai ketinggian sekitar 100 meter.

Pada 1952, muncul aktivitas dalam Kawah Ratu, bahkan tampak bara api pada kelompok fumarola.

Baca Juga: Gunung Tangkuban Parahu Muntahkan Asap Solfatara Berbahaya Disertai Gemuruh

Sementara, kondisi Kawah Ecoma nampak awan hitam mengepul dengan ketinggian mencapai sekitar 25 meter disertai hujan abu tipis di sebelah barat kawah.

Pada Januari 1957, terjadi lubang letusan baru dalam Kawah Baru.

Pada 1960, terasa kenaikan aktivitas dalam Kawah Ratu, timbul perluasan tembuan fumarola.

Di kondisi inilah permulaan lubang letusan 1 Mei.

Pada 1969, terjadi kembali kenaikan aktivitas dalam Kawah Ratu. Akibatnya hujan abu mencapai perkebunan teh sebelah utara Gunung Tangkuban Parahu.

Pada 1982, Gunung Tangkuban Parahu mendapat peningkatan di Kawah Ratu disertai letusan abu di sekitar kawah.

Pada 1996, adanya peningkatan aktivitas gunung di Kawah Ratu dan terjadi letusan di sekitar kawah.

Selain itu, Kepala PVMBG masa itu, Kasbani mengungkapkan bahwa pada tahun 2005 dan 2013 Gunung Tangkuban Parahu juga mengalami letusan.

Diketahui, Gunung Tangkuban Parahu meletus sebanyak 12-13 kali, 3 kali letusan di antaranya tergolong letusan freatik.

"Tercatat pada 2013, juga pernah terjadi letusan freatik," ujar Kasbani.

Pada 2019, Gunung Tangkuban Parahu kembali erupsi dan terekam dalam seismograf dengan amplitudo maksimum 30 milimeter dan durasi lebih kurang 5 menit 30 detik.

Profil Gunung Tangkuban Parahu

Gunung Tangkuban Parahu tercatat memiliki ketinggian 2.084 mdpl.

Kawahnya terletak di wilayah Lembang perbatasan dengan daerah Subang, Jawa Barat.

Gunung ini memiliki 9 kawah yang masih aktif hingga sekarang.

Kawah-kawah tersebut adalah Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jurian, Siluman dan Pangguyungan Badak.

Banyaknya letusan yang terjadi dalam 1.5 abad terakhirlah yang menyebabkan banyaknya kawah-kawah pada gunung Tangkuban Perahu.

Kawah Ratu merupakan kawah yang terbesar, dikuti dengan Kawah Upas yang terletak bersebelahan dengan kawah Ratu.

Beberapa kawah mengeluarkan bau asap belerang, bahkan ada kawah yang dilarang untuk dituruni karena bau asapnya mengandung racun.

Pesona gunung Tangkuban Perahu ini begitu mengagumkan.

Bahkan, pada saat cuaca cerah, lekukan tanah pada dinding kawah dapat terlihat dengan jelas.

Keindahan alam yang dimiliki inilah yang menjadikan Tangkuban Perahu menjadi salah satu tempat wisata alam andalan Provinsi Jawa Barat, khususnya Bandung.

Setiap akhir pekan, kawasan Tangkuban Perahu selalu dipadati oleh pengunjung yang ingin menyaksikan indahnya panorama gunung Tangkuban Parahu.

Bahkan, pada suasana libur panjang, pangunjung yang datang ke lokasi wisata ini bisa mencapai ribuan setiap harinya.

Baca Juga: Gunung Tangkuban Parahu Semburkan Asap Solfatara, PVMBG: Status Masih Level 1 atau Normal

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU