> >

Jadi Tersangka Kasus Kerangkeng Manusia, Polisi Tidak Tahan Anak Bupati Langkat Nonaktif karena...

Kriminal | 27 Maret 2022, 10:28 WIB
Kerangkeng manusia di rumah pribadi milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin. (Sumber: Kompas TV/Dedy Zulkifli Tarigan)

MEDAN, KOMPAS.TV - Dewa Peranginangin, anak Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin tidak ditahan polisi meski sudah menjadi tersangka.

Dewa diduga turut menyiksa atau menganiaya tahanan dalam kerangkeng manusia di rumah Terbit bersama sejumlah orang lainnya yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Satu dari sejumlah tahanan yang bernama Surianto Ginting bahkan meninggal dunia setelah disiksa bertubi-tubi.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, menyebut polisi tidak menahan Dewa Peranginangin bersama tujuh tersangka lainnya karena kooperatif.

"Penyidik mempertimbangkan untuk tidak melakukan penahanan. Alasannya, yang pertama pada saat pemanggilan, kedelapan tersangka bersama penasihat hukumnya mereka kooperatif," kata Tatan Dirsan Atmaja, Sabtu (26/3/2022).

Kedelapan tersangka hadir didampingi kuasa hukumnya pada pemeriksaan 25 Maret lalu.

Meski tidak menahan mereka, polisi mewajibkan para penyiksa ini dengan wajib lapor.

"Wajib lapor seminggu sekali ke Polda Sumut," kata mantan Wakapolrestabes Medan itu, dikutip dari TribunMedan, Minggu (27/3).

Tatan juga menjelaskan, Dewa memang diduga menganiaya tahanan. Namun, kata Tatan, ia melakukan penganiayaan tahanan dengan tangan.

Baca Juga: Polisi Tetapkan Anak Bupati Langkat Nonaktif sebagai Tersangka Kerangkeng Manusia

"Sampai saat ini (Dewa Peranginangin menganiaya tahanan) menggunakan tangan. Namun, kami tetap menggali informasi terkait dengan fakta-fakta yang ada," ucapnya.

Keterangan ini berbeda dengan hasil investigasi yang disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

LPSK menyebut bahwa berdasarkan penjelasan korban selamat, Dewa Peranginangin menyiksa menggunakan selang plastik, menyundut tubuh dengan api rokok, memakai batu untuk memukul, bahkan menggunakan martil hingga jari tahanan ada yang lepas.

Terpisah, Direktur Pusat Studi Permbaharuan Hukum dan Peradilan (PUSHPA) Sumut, Muslim Muis menilai Polda Sumut tebang pilih dalam menegakkan hukum.

Menurut mantan Wakil Direktur LBH Medan ini, tidak ditahannya para tersangka menandakan polisi tidak konsisten.

"Tindakan itu menandakan polisi tidak konsisten. Coba tukang becak yang jadi tersangka seperti itu, kalau kooperatif kenapa ditahan," kata Muslim kepada Tribun-medan.com, Sabtu (26/3/2022).

Bahkan, lanjut dia, Polda Sumut menghina akal sehat publik. Sebab, inkonsisten dalam menindaklanjuti fakta - fakta yang ada.

Alasan bahwa para tersangka kooperatif, terlalu sumir.

Sebab, dalam hukum, tidak ditahannya tersangka itu tentu harus memenuhi beberapa unsur.

Di antaranya, tidak melarikan diri, tidak mengulangi tindak pidana, serta lainnya.

Baca Juga: Kasus Kerangkeng Manusia : Polisi Tetapkan 8 Tersangka, Salah Satunya Anak Bupati Langkat Non Aktif

Muslim berpendapat, para tersangka sangat berpotensi mengulangi tindak pidana dan melarikan diri.

Terkhusus dapat diamati melalui latar belakang kasus ini yang melibatkan pejabat.

"Artinya berpotensinya itu yang penting. Orang itu kan punya uang, potensinya melarikan diri itu sangat mungkin sekali," ucapnya.

Seharusnya, lanjut Muslim, polisi menahan para tersangka.

"Kasus ini sudah menjadi perhatian dunia. Masa polisi berani seperti itu. Berarti ada apa di balik ini semua. Jadi kita minta Kapolda Sumut menangkap seluruh para tersangka," tuturnya

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Tribun Medan


TERBARU