> >

Pengamat: Anak Usia Belasan Tahun Mudah Terjebak Prostitusi karena Mudah Diperdaya

Sosial | 10 Maret 2023, 14:49 WIB
Ilistrasi - Motif ekonomi acapkali melatari perdagangan anak dengan segala bentuknya, termasuk prostitusi. (Sumber: Shutterstock via Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Motif ekonomi acapkali melatari perdagangan anak dengan segala bentuknya, termasuk prostitusi.

Hal itu dikatakan oleh Pengajar Departemen Sosiologi Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Bagong Suyanto yang juga penulis buku "Anak Perempuan yang Dilacurkan: Korban Eksploitasi di Industri Seksual Komersial".

Ia sudah menangkap fenomena pendekatan halus mucikari guna membuat pekerja seks terus terjebak di dunia itu. Pelaku menjadikan perdagangan anak sebagai jalan pintas mendapatkan keuntungan.

“Sebagai anak di bawah umur, anak perempuan yang dilacurkan bagaimana pun tetap tidak bisa menghilangkan sifat-sifat kekanakannya,” tulis Bagong di bukunya.

Kondisi tersebut membuat anak cenderung bergantung pada germo yang dianggap sebagai patron atau pengganti sosok orang tua.

“Mengapa korbannya anak-anak? Karena anak-anak yang lebih mudah diperdaya,” ucapnya, dikutip dari Kompas.id, Kamis (9/3/2023).

 

Anak yang masuk sarang pelacuran bisa terpicu beragam faktor, seperti tekanan ekonomi dan kurang perhatian orangtua.  Mereka menanggung risiko yang sama dengan pekerja seks dewasa.

Bahkan, mereka lebih rentan tertular penyakit menular seksual serta HIV/AIDS karena organ genital belum tumbuh sempurna.

Pandangan itu juga merujuk dalam laporan Tim Investigasi Harian Kompas yang berbincang dengan salah satunya seorang anak perempuan asal Depok, Jawa Barat, berinisial TA di sebuah rumah aman di Jakarta, bulan Januari 2023 lalu.

Baca Juga: Terjebak Prostitusi: Anak Usia Belasan Tahun Jual Keperawanan, Terpepet Kebutuhan Ekonomi

 Anak perempuan berusia 16 tahun ini masuk rumah aman setelah ketahuan menjadi penyedia jasa seksual bagi pria-pria hidung belang dengan memanfaatkan aplikasi Michat.

Tidak diawali dengan penipuan dan tanpa ada paksaan, TA masuki dunia penuh eksploitasi itu.

Awalnya TA ragu sebelum pertama kali bertransaksi seks. Namun pertahanannya runtuh setelah tamu perdana TA mau menuruti berapa pun bayaran yang diminta.

 TA menyebut angka Rp 3,5 juta. “Cash (tunai) uangnya, langsung di kasur dipanjangin gitu duitnya,” ungkap TA, dikutip dari Kompas.id, Jumat (10/3/2023).

TA mulai bekerja pada September 2022, tapi berhenti tanggal 30 November 2022 karena  penggerebekan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya di Cilodong, Depok, di kamar indekos yang jadi tempat tinggal sekaligus tempatnya melayani tamu.

Mucikari sistem joki

TA mengaku dijual mucikari. Ia tidak mencari konsumen langsung. Namun, ia masih merasa beruntung karena para mucikarinya terlibat dengan sistem joki, bukan sistem mami.

Baca Juga: Dijerat Utang, Siswi Kelas XI SMA Jadi Korban Perdagangan Anak dan Dilacurkan

Joki-joki TA mencarikan tamu berbekal aplikasi Michat di telepon seluler.

“Kalau sistem mami itu sistem gaji, seminggu sekali digaji, sebulan sekali digaji. Enggak megang uang sendiri,” tutur TA.

Sementara dengan sistem joki, TA memegang sendiri uang hasil transaksi dengan tamu, lalu memberikan sebagian kecilnya ke joki yang mencarikan konsumen.

Di sistem mami, bosnya adalah mami atau germo. Sedangkan di sistem joki bosnya adalah si pekerja seks.

Joki prostitusi anak

Salah satu penjual TA adalah AL (17), laki-laki yang juga masih di bawah umur. Mereka mulai bekerja sama sejak sama-sama menghuni sebuah apartemen di Cimanggis, Depok.

Soal komisi mencarikan tamu, AL menambahkan, jika konsumen sepakat di angka Rp 400.000, ia bisa mendapatkan Rp 100.000, dan bisa meraup 150.000 jika harganya Rp 500.000. Besaran komisi merupakan hasil kesepakatan AL dan TA.

Namun, AL harus siap siaga selama majikannya melayani tamu. Jika ada masalah antara pekerja seks dan konsumen, ia langsung masuk kamar yang pintunya memang tidak boleh dikunci.

Jadi, pekerjaannya tidak sekadar merayu calon tamu.

Sejak pertama kali berkecimpung di pertengahan 2022, AL sudah berkenalan dengan sekitar 30 joki. “Ada (yang seumuran), bahkan di bawah (lebih muda lagi) ada,” katanya.

Baca Juga: Bongkar Prostitusi Online di Aceh, Polisi Bekuk 4 Terduga Muncikari dan 5 Pekerja Seks

Perbudakan

Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah, perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat sejumlah anak terjerumus ke prostitusi seakan tanpa paksaan dari mucikari.

Mucikari membangun kedekatan dengan korban, bahkan beberapa di antaranya merupakan kawan atau pacar.

“Mucikari itu tidak menjadi monster, tetapi menjadi orang yang begitu memberikan pertolongan kepada anak ini, dan itu sangat ampuh,” kata Ai.

Dengan pendekatan kekeluargaan, mucikari leluasa menjual anak ke pelanggan

Namun, bukan berarti sistem mami lantas mati. Bukan berarti penggunaan tipuan, ancaman, kekerasan, dan penyekapan tidak ada lagi.

Ai mencontohkan, pihaknya turut menangani tiga anak korban eksploitasi seksual yang pada awal Januari lalu diungkap polisi.

Anak-anak tersebut merupakan bagian dari enam korban eksploitasi seksual hasil pengungkapan personel Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat.

Pelaku menggaet korban dengan tawaran kerja di hotel lewat media sosial. Lalu, korban disekap dan dipaksa melayani tamu di apartemen.

Bagi Ai, itu praktik perbudakan. “Dia menstruasi, dikasih obat untuk menghentikan dan harus tetap melayani,” ucap dia.

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas.id


TERBARU