> >

Ahli Psikologi Forensik: Butuh Otopsi Fisik dan Psikologis untuk Temukan Penyebab Kematian Bripka AS

Sumatra | 26 Maret 2023, 16:12 WIB
Bripka Arfan Saragih, anggota Sat Lantas Polres Samosir yang disebut meninggal dunia karena bunuh diri dengan minum racun sianida. (Sumber: Tribunnews.com)

SAMOSIR, KOMPAS.TV - Kasus kematian Bripka Arfan Saragih atau Bripka AS, polisi yang diduga tersangkut kasus penggelapan pajak kendaraan di Samosir, Sumatra Utara, senilai Rp 2,5 miliar ditanggapi Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri.

Reza mengatakan, untuk menemukan penyebab kematian korban perlu diadakan otopsi fisk dan juga otopsi psikologis.

"Perlu otopsi fisik dan otopsi psikologis. Tapi kalau kita sisir, kecil kemungkinan faktor alami (natural), faktor kecelakaan (accident), dan faktor bunuh diri (suicide). Tinggal satu, pembunuhan (homicide)," katanya kepada Kompas.tv, Minggu (26/3/2023).

Ia juga mengatakan, Mabes Polri perlu mengeluarkan bahasa ancaman, seperti akan menjamin perlindungan.

Bahkan penghapusan hukuman bagi personel yang memberikan informasi tentang kematian Bripka AS dan penyimpangan pajak di Samsat Samosir selambatnya tanggal 30 Maret 2023. 

Tapi jika selepas tanggal itu tetap tidak ada personel yang meniup pluit, dan nantinya diketahui terlibat atau tutup mulut, maka sanksi dengan pemberatan akan dijatuhkan.

Baca Juga: Pengacara Keluarga Bripka AS Ungkap Kejanggalan, dari TKP Jenazah Ditemukan Hingga Asal Sianida

"Ketika ada personel polisi yang melakukan penyimpangan, patut diduga ada sejawatnya yang tahu bahkan ikut serta dalam penyimpangan itu. Tapi selama 2023 hanya ada satu laporan yang masuk ke dalam whistleblowing system Polri. Padahal, Bripka AS meninggal dunia pada 6 Februari 2023. Itu artinya, hingga sebulan lebih sejak Bripka AS meninggal dunia, tetap belum ada laporan yang Polri terima dari sistem tersebut," katanya.

"Dengan kata lain, tidak ada satu pun personel Polri--terutama di satwil Samosir dan Sumut--yang terpanggil untuk menjadi peniup pluit," imbuhnya.

"Karena mendorong personel untuk memanfaatkan whistleblowing system (WBS) tampaknya tidak ampuh, maka Mabes Polri perlu mengeluarkan bahasa ancaman," kata Reza.

Penulis : Kiki Luqman Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU