> >

Warga Gunungkidul Tewas Tertembak Senjata Polisi, Kompolnas Pertanyakan Penggunaan Peluru Tajam

Jawa tengah dan diy | 15 Mei 2023, 18:52 WIB
Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto dalam Kompas Petang, Senin (15/5/2023), mempertanyakan sejumlah hal berkaitan kasus meninggalnya seorang warga Gunungkidul, Yogyakarta, setelah terkena tembakan senjata api. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto mempertanyakan sejumlah hal dalam kasus meninggalnya seorang warga di Gunungkidul, Yogyakarta karena terkena tembakan senjata polisi dalam sebuah acara pentas musik pada Minggu (14/5/2023).

Benny menyebut ada sejumlah prosedur operasional standar (standard operating procedure/SOP) yang harus dilaksanakan oleh personel Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang menggunakan senjata api.

“Yang pertama, tentunya anggota yang diberikan tugas pengamanan harus mendapatkan arahan dari atasannya atau komandannya, tentang bagaimana SOP-nya, diberi tugas dengan dilengkapi senjata api, sama juga, harus dijelaskan SOP-nya, aturannya,” urainya dalam dialog Kompas Petang Kompas TV, Senin (15/5/2023).

Ia kemudian mempertanyakan perlunya penggunaan peluru tajam dalam pengamanan event tersebut.

“Kemudian, satu catatan kami adalah, apakah perlu dengan peluru tajam? Oleh sebab itu, saat ini sudah ditangani oleh Polda. Dari sisi etik, nanti SOP-nya sudah dipenuhi atau belum?”

“Kemudian, yang bersangkutan ini latihan atau tidak?” tambahnya.

Baca Juga: Seorang Pemuda di Gunungkidul Tertembak Senjata Api Milik Polisi, Kasusnya Kini Ditangani Polda DIY

Dalam kesempatan itu, Benny juga menyebut jika memang tembakan itu merupakan tembakan peringatan, seharusnya arahnya ke atas.

Tujuannya, kata Benny, agar keamanan terjaga, termasuk tidak mengenai orang dan sebagainya.

“Kalau ini arah senjata bukan ke atas, bukan tembakan peringatan,” ujarnya.

“Bisa terjadi yang dimungkinkan adalah yang bersangkutan sudah mengokang senjata tapi tidak dikunci, kemudian tangannya masuk ke picu,” tambahnya.

Hal semacam inilah yang, menurut Benny, berbahaya karena memang ada pantangan bagi personel Polri yang membawa senjata api untuk memasukkan telunjuk ke picu.

“Inilah yang bahaya. Padahal ketentuannya, ketika kita bawa senjata, menggunakan senjata, itu pantang yang namanya telunjuk kita masuk ke picu. Rawan sekali,” tegasnya.

“Terlebih di tengah kerusuhan, itu bisa timbul kepanikan, sehingga gerakan dari yang bersangkutan jadi tidak terkontrol.”

Benny juga berpendapat penggunaan peluru tajam sangat tidak tepat dalam pengamanan event semacam itu, atau bahkan dalam pengamanan unjuk rasa sekalipun.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU