JAKARTA, KOMPAS.TV - Rencana pemerintah mensubsidi pembelian mobil dan motor listrik menuai kontroversi di masyarakat. Banyak yang menilai kebijakan itu tidak tepat, karena akan mendorong penggunaan kendaraan pribadi dibanding angkutan umum.
Pihak yang kontra juga menilai, dana subsidi sebaiknya digunakan pada hal yang lebih bermanfaat untuk masyarakat luas. Tapi ada juga yang setuju dengan rencana itu, salah satunya dari kalangan pengusaha.
Ketua Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan mengatakan, subsidi kendaraan listrik bisa membantu masyarakat membeli mobil dan motor listrik yang harganya saat ini masih mahal.
"Suka tidak suka begitu. Di mana-mana memang begitu karena mobil listrik dan motor listrik ini masih mahal, makanya perlu subsidi," kata Johnny saat dihubungi Kompas TV, Jumat (16/12/2022).
Johnny menjelaskan, dari sisi produsen, investor tidak akan mau memproduksi kendaraan listrik di Indonesia jika permintaannya rendah. Subsidi yang dikucurkan pemerintah itulah yang akan mendongkrak permintaan mobil dan motor listrik.
Seperti yang dikatakan Menperin Agus Gumiwang sebelumnya, subsidi ini sebagai bentuk "paksaan" terhadap investor agar segera merealisasikan produksi mobil dan motor listrik di Indonesia.
Baca Juga: Sri Mulyani: Insentif Motor-Mobil Listrik Masuk APBN 2023, Tapi Masih Dibahas Lagi
"(Subsidi) ini kan hanya membantu sampai akhirnya dapat volume besar. Kalau enggak, siapa mau produksi kalau permintaan kecil, nanti harganya tinggi," ujar Johnny.
Rencananya, pembelian mobil listrik baru akan disubsidi Rp80 juta, mobil listrik konversi Rp40 juta, motor listrik baru Rp8 juta, dan motor listrik konversi Rp4 juta. Menurut Johnny, jumlah itu sudah cukup agar harga jual kendaraan listrik bisa bersaing dengan kendaraan konvensional.
Meski pemerintah berkaca dari Thailand dan Vietnam dalam pemberian susbsidi, Johnny menyebut ada negara lain yang mensubsidi kendaraan listrik dengan jumlah yang lebih besar.
"Kalau untuk Indonesia itu cukuplah, ya mestinya sih ini bisa jadi bersaing dengan motor konvensional," ucap mantan Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor itu.
"Itu pasti sudah dihitung dan enggak bisa dibandingkan dengan negara lain karena ada negara yang lebih berani (dari Indonesia)," ucapnya.
Banyak yang menilai subsidi mobil dan motor listrik hanya akan membebani keuangan negara. Namun menurut Johnny, subsidi tersebut bisa dicabut jika pasar dan permintaannya sudah bagus.
"Nanti kalau populasinya sudah banyak kemungkinan dicabut subsidinya," ujarnya.
Baca Juga: Wacana Subsidi Motor Listrik Untuk Ojol, MTI: Salah Sasaran
Penggunaan mobil dan motor listrik adalah hal baru bagi masyarakat Indonesia, yang selama puluhan tahun terbiasa menggunakan kendaraan berbahan bakar minyak. Sehingga pasti perlu waktu yang tidak sebentar, untuk penetrasi produk tersebut ke masyarakat.
Salah satu faktornya, masyarakat belum banyak mengetahui tentang plus minus kendaraan listrik. Pemimpin Redaksi Otomotif Raden Panji Maulana menilai, konsumen mobil dan motor listrik di RI punya karakter yang berbeda.
Ia menerangkan, konsumen mobil listrik sudah mulai terbentuk dan percaya akan produk mobil listrik di Indonesia. Lantaran, produknya dikeluarkan oleh brand otomotif terkenal/dikenal lama di tanah air bahkan d iluar negeri.
"Semisal Toyota, Nissan, Hyundai atau Wuling. Konsumen percaya dengan brand-brand itu meskipun Wuling brand baru di Indonesia dan asal China," kata Panji dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas TV, Kamis (15/12/2022).
Kondisi itu agak berbeda dengan motor listrik, yang menurut Panji penjualannya tidak sesukses mobil listrik. Meksipun saat ini banyak sekali merek-merek motor listrik baru bermunculan.
Sumber : Kompas TV, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.