Kompas TV cerita ramadan tradisi

Kisah Penyedia Jasa Tukar Uang Baru, Berburu dari Bank ke Bank hingga Antre Sejak Pukul Tiga Pagi

Kompas.tv - 29 April 2022, 13:27 WIB
kisah-penyedia-jasa-tukar-uang-baru-berburu-dari-bank-ke-bank-hingga-antre-sejak-pukul-tiga-pagi
Nominal uang baru yang dijajakan penyedia jasa di jalan Slamet Riyadi, Solo, Jawa Tengah, Kamis (29/4/2022) (Sumber: Kompas TV/Nurul Fitriana)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Iman Firdaus

SOLO, KOMPAS.TV — Jelang lebaran Idulfitri 2022, banyak warga membuka jasa tukar uang baru di sepanjang Jalan Slamet Riyadi, Kota Solo, Jawa Tengah.

Berdasarkan pantauan KOMPAS.TV, sejumlah penjaja uang baru mulai terlihat dari seberang Loji Gandrung hingga pusat Kota Solo. Mereka terlihat duduk menepi di pinggir jalan sembari membentangkan spanduk di sepeda motor.

Beberapa diantaranya, bahkan memajang sejumlah uang yang telah dibungkus rapi plastik bening. Nominalnya bermacam-macam, mulai dari Rp5.000, Rp10.000, Rp20.000 hingga Rp75.000.

Salah seorang penyedia jasa, Haryati,  mengaku akan tetap jualan di pinggir jalan hingga H-2 lebaran. Bahkan berbeda dengan hari biasanya, pada Sabtu besok (30/4/2022) dia akan berjualan hingga pukul 12 malam.

"Sampai hari Sabtu, kalau masih rame nanti yo sampai jam 12 malam. Hari biasa paling sampai jam 5 sore," kata Haryati saat ditemui di pinggir Jalan Slamet Riyadi, Kamis (28/4/2022).

Warga Jagalan ini tidak bersiap sendirian di pinggir jalan. Namun, sejak Rabu (27/4/2022) dirinya telah menjajakan uang baru di Jalan Slamet Riyadi, tepatnya di perempatan dekat KFC Ngarsupuro, bersama dengan suami.

Sembari menunggu pengguna jalan mlipir untuk menukarkan uang, ia menceritakan perjuangannya saat berburu uang baru.

Baca Juga: 2 Pekan Jelang Lebaran, Jasa Tukar Uang Baru Bertebaran dengan Imbalan Jasa Penukaran 10 Persen

Antre pukul tiga pagi

Menurut pengakuannya, berburu uang baru itu susah dan tidak semudah yang dibayangkan orang-orang.

"Iya susah, makanya ini kan jual jasa," katanya.

Ia bahkan harus pergi ke bank dini hari agar dapat antrean. Hal itu dilakukan karena bank hanya membatasi 50 orang untuk melakukan penukaran setiap harinya.

Bahkan ia sempat kehabisan nomor antre saat berangkat pukul 04.30 WIB. Oleh karenanya, ia perlu berangkat lebih pagi yakni pukul 03.00 WIB agar kebagian. Ia menyebut, orang lain bahkan sudah ada yang mengantre sejak pukul 01.00 WIB.

"Kalau antre ke bank itu berangkatnya malem jam 3 atau jam 2. Kalo mepet, jam 1 udah ada yang ngantri. Saya pernah dateng jam setengah 4 antreannya sudah habis. Per hari kan dibatesin 50 orang," ujarnya.

Tak hanya membatasi antrean, setiap bank membatasi nominal yang bisa ditukar per satu orang. Bahkan, satu KTP hanya diperbolehkan menukar sekali, katanya.

Namun bagi Haryati, itu bukanlah persoalan. Sebab ditengah pembatasan, ia berinisiatif turut melibatkan anak, saudara hingga tetangga yang sudah memiliki KTP untuk membantunya dalam penukaran uang.

Setiap kali meminta orang lain membantu, ia akan menyediakan ongkos minimal sebesar Rp 40.000.

"1 orang itu dibayarnya 40 ribu per 1 paket. 1 paket itu biasanya Rp3,7 juta, kalo enggak pakai (nominal) Rp20.000 itu hanya (boleh menukar) Rp1,7 juta. Jika tambah dua puluhan, (boleh menambah) 2 juta," tuturnya.

Tahun ini, ia mengaku telah berhasil menukarkan uang baru sebanyak Rp50 juta. Namun, semuanya tidak berasal dari bank. Meskipun telah melibatkan orang lain saat berburu uang, ia pun mengaku tetap harus membeli dari teman dengan presentase jasa yang lebih besar.

Saat itu, dirinya harus mengeluarkan biaya imbalan jasa 4 persen dari total uang yang ditukarkan. Artinya, jika dirinya menukarkan Rp10 juta, maka dia akan memberi uang jasa sebesar Rp400.000.

Oleh karena itu, selama menjajakan uang baru di pinggir jalan, Haryati akan mengenakan tarif imbalan jasa sebesar 10 persen per Rp100.000 yang ditukarkan pengguna jalan.

Haryati warga Jagalan yang menyediakan jasa tukar uang baru di pinggir Jalan Slamet Riyadi Solo (Sumber: Kompas TV/Nurul Fitriana)

Tarif imbalan jasa 10 persen

Menurutnya, nilai tersebut sangat setimpal dengan perjuangannya saat berburu uang baru dan menutup imbalan jasa yang sudah ia bayarkan ke orang lain.

Kendati demikian, Haryati sering ditawar lebih murah oleh para pengguna jalan yang menepi ke lapaknya. Biasanya mereka menawar jasa menjadi 5 persen. Jika begitu, ia cepat-cepat menolak.

Hal itu juga ia lakukan saat kami berbincang, tiba-tiba ada seorang pengendara sepeda motor menepi dan meminta jasa tukarnya sebesar 5 persen. Dengan cepat ia menggelengkan kepala tanda menolak.

Ia sadar betul, semakin banyak menolak maka stok uang baru yang dimilikinya tidak berkurang. Namun ia tak gentar, karena menurutnya masih banyak juga pengendara lain yang mau meskipun harus membayar 10 persen.

"Yang beli rame kemarin, ini tadi kalo diturutin yo banyak cuma enggak dapet 10 persen. Cuma 5 persen. Banyak pembeli yang nawar, tapi banyak juga yang langsung mau meskipun 10 persen," ungkapnya.

Haryati yang sehari-harinya berjualan gado-gado di rumah, rela meluangkan waktu di H-7 lebaran untuk menyediakan jasa tukar uang di jalan.

Meski Haryati ingin meraup keuntungan dari jasa tahunan ini, namun ia tidak sampai hati jika mengenakan ongkos hingga 15 persen.

Padahal, menurutnya, hal itu sempat diminta penyedia jasa lain untuk menyamakan ongkos.

"Ndak tegel (sampai hati) saya, ndak bisa. Ditawari 10 persen aja ngenyang (nawar), kok mau jadi 15," pungkasnya.

Baca Juga: Penyesuaian Karena Pandemi, BI Malang Buka Layanan Penukaran Uang Baru Secara Drive Thru



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x